Published Desember 26, 2007 by with 0 comment

MUNAWIR SJADZALI Reaktualisasi Hukum Islam (Waris, budak, bunga bank)

Munawir Sjadzali lahir di desa Karanganom, Klaten, Jawa Tengah, pada 7 Nopember 1925. Munawir adalah anak tertua dari delapan bersaudara dari pasangan Abu Aswad Hasan Sjadzali (putra Tohari) dan Tas’iyah (putri Badruddin).
Dari segi ekonomi, keluarga Munawir tergolong jauh dari sejahtera. Tapi dari segi agama, keluarga ini adalah santri.
Kondisi ekonomi yang serba kekurangan dan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu-ilmu keagamaan menghadapkan Munawir pada satu pilihan pendidikan: madrasah. Bukan saja karena biaya pendidikan di lembaga pendidikan Islam ini relatif murah, tapi juga karena lembaga pendidikan ini mengutamakan ilmu-ilmu tradisional Islam. Karena alasan ini pula, setelah menamatkan Madrasah Ibtidaiyah di kampungnya, Munawir melanjutkan ke Mambaul Ulum, Solo, yang berjarak lebih kurang 30 kilometer dari desanya. Dorongan untuk melanjutkan pendidikan di Mambaul Ulum datang dari sang ayah, figur pecinta ilmu.
Pada tahun 1943, di usia 17 tahun, Munawir menamatkan Mambaul Ulum. Sebagai santri, ciri yang paling menonjol dari Munawir adalah kemampuannya untuk memahami kitab-kitab klasik Islam. Pada gilirannya hal ini membawa implikasi kepada luasnya wawasan keagamaan Munawir.
Setelah tamat dari Mambaul Ulum, Munawir diterima sebagai guru SR Muhammadiyah di Salatiga. Tidak lama kemudian, ia pindah mengajar di Gunungpati, Semarang.
Di Gunungpati inilah Munawir bertemu dengan Bung Karno, yang waktu itu sebagai Ketua Umum Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Setelah itu, Munawir banyak terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Setelah Proklamasi kemerdekaan 1945, Munawir menjadi Ketua Angkatan Muda Gunungpati. Selanjutnya ia menggabungkan diri dalam kelompok pejuang Islam, Hizbullah, dan terlibat dalam perang melawan tentara sekutu di Ambarawa.
Download lengkapnya...

0 comments:

Posting Komentar

Silakan titip komentar anda..