Published Maret 13, 2011 by with 0 comment

IBNU ‘ARABI (Konsep Wahdah al-Wujud)

Tasawuf dalam Islam timbul bersamaan dengan agama Islam itu sendiri, yaitu semenjak Nabi Muhammad Saw. diutus menjadi rasul untuk segenab manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa sebelum Muhammad diangkat menjadi rasul, berulang kali telah melakukan tahannus dan khalwat di Goa Hira. Di sampaing untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan, Nabi Muhammad juga mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa dari noda-noda yang menghinggapi masyarakat waktu itu.
Mustafa Zahri mengemukakan apa yang disinyalir oleh Syekh A. Baqi Surur bahwa tahannus Rasulullah di Gowa Hira, merupakan cahaya-cahaya pertama dan utama bagi nur tasawuf. Itulah benih-benih pertama kehidupan rohaniyah yang disebut ilham hati atau renungan-renungan rohaniyah yang merupakan gambaran lengkap kehidupan sufi yang sebenarnya. Dari sinilah sedikit demi sedikit lahir mazhab-mazhab rohaniyah yang terjun ke gelombang dunia tasawuf.
Tasawuf atau sufisme sebagaimana mistisisme di luar agama Islam, mempunyai tujuan memperolah hubungan langsung dan disadari benar bahwa seseorang telah berada di hadirat Tuhan. Intisari dari mistisisme termasuk di dalamnya sufisme, adalah kesadaran adanya hubungan yang komunikatif dan dialogis antara roh manusia dengan Tuhan dengan jalan mengasingkan diri dan berkontemplasi.
Kesadaran berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Itu mengambil bentuk ittihad, yakni bersatu dengan Tuhan. Akan tetapi, sepanjang perjalanan sejarahnya tasawuf pun tak luput dari kecurigaan dan kecaman keras dari golongan Islam ortodoks. Pertentangan antara golongan yang pro dan kontra terhadap tasawuf misalnya, pertentangan antara ahli tasawuf dengan ahli fiqhi, antara ahli hakikat dengan ahli syari’at, antara penganut ajaran isoterik (batin) dan penganut ajaran eksoterik (dzahiri). Komplik terbuka tersebut tidak dapat dihindarkan, bahkan semakain tajam sejak munculnya kecenderungan pada ajaran ittihad Abu Yazid al-Bustami (w. 261/875) dan ajaran hulul Husain Ibnu Mansur al-Hallaj (w. 309/922).
Ajaran-ajaran ini dikecam oleh para ulama ortodoks karena dianggap bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah. Komplik ini memuncak dengan peristwa tragis, yaitu hukuman mati bagi al-Hallaj di tiang gantungan. Di kalangan sufi memang ada upaya mendamaikan antara tasawuf dengan syari’at sejak abad II Hijriah. Gerakan ini dipelopori oleh Abu Zaid al-Harraz (w. 286/899), Abu al-Qasim Muhammad al-Junaid (w. 298/911), Abu Bakar Muhammad al-Kalabadzi (385/995). Namun demikian, hubungan baik yang telah dibina antara tasawuf dengan syari’at ternyata tidak dapat dipertahankan cukup lama. Hubungan ini mulai retak terutama ketika kecenderungan kepada pantheisme muncul kembali dalam bentuknya yang lebih jelas dalam ajaran wahdah al-wujud oleh Muhyi al-Din al-Arabi.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, silahkan download selengkapnya...
Read More
Published Maret 11, 2011 by with 0 comment

Jaminan Sahabat Masuk Syurga dan Adab (Etika)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum yang kedua dari Al-Quran. Namun perlu dipahami bahwa al-Qur’an dan hadis tidak sekedar membahas tentang hukum dan ibadah tapi lebih luas dari itu, seperti berbicara tentang tatanan sosial kemasyarakatan, interaksi sosial, adab dan akhlak.
Oleh karena itu, kita dituntut untuk melakukan penelitian terhadap hadis yang akan menjadi landasan atau dasar untuk melakukan salah satu ibadah dan menentukan suatu hukum ataukah menentukan suatu informasi yang benar-benar datangnya dari Rasulullah. Salah satu contoh, yaitu hadis yang menjadi pokok pembahasan pemakalah, dimana hadis tersebut memberikan informasi tentang seseorang (sahabat) yang akan masuk sorga.

I. Matan Hadis Pertama Yang Ditakhrij
A. Matan Hadis Bokhari

فَجَاءَ رَجُلٌ فَاسْتَفْتَحَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افْتَحْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَفَتَحْتُ لَهُ فَإِذَا أَبُو بَكْرٍ فَبَشَّرْتُهُ بِمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ ثُمَّ جَاءَ رَجُلٌ فَاسْتَفْتَحَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افْتَحْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَفَتَحْتُ لَهُ فَإِذَا هُوَ عُمَرُ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ ثُمَّ اسْتَفْتَحَ رَجُلٌ فَقَالَ لِي افْتَحْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ عَلَى بَلْوَى تُصِيبُهُ فَإِذَا عُثْمَانُ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ ثُمَّ قَالَ اللَّهُ الْمُسْتَعَانُ *


B. Takhrij al-Hadis

Hadis tersebut di atas, ditakhrij dari kitab Shahih Bukhari dan Sunan At-Turmuziy dengan menggunakan kitab Mu’jam Al-Mufahras dengan bantuan CD Digital yaitu: Mausu’ah Hadis Asy-Syarif. Dengan melihat akar kata dari lapadz فتح, يفتح, افتح.

C. I’tibar Sanad
Dari skema di atas, memberikan gambaran kepada kita bahwa periwayatan atau takhrij hadis melalui jalur riwayat Bokhari dan at-Turmiziy terjadi perbedaan sanad pada thabaqat Tabi’ittabi’in.

D. Kritik Sanad Hadis I
Melalui periwayatan jalur Bokhari ini, terdapat enam sanad termasuk Bokhari, di antaranya adalah:
1. Al-Bokhari
2. Ahmad bin Abdah
3. Hammad bin zaid
4. Ayyub
5. Utsman an-Nahdiy
6. Abi Musa Al-Asy’ariy.

II. Matan Hadis Kedua
A. Matan (Redaksi) Hadis at-Turmuziy

فَدَخَلَ حَائِطًا لِلْأَنْصَارِ فَقَضَى حَاجَتَهُ فَقَالَ لِي يَا أَبَا مُوسَى أَمْلِكْ عَلَيَّ الْبَابَ فَلَا يَدْخُلَنَّ عَلَيَّ أَحَدٌ إِلَّا بِإِذْنٍ فَجَاءَ رَجُلٌ يَضْرِبُ الْبَابَ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ قَالَ ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَدَخَلَ وَبَشَّرْتُهُ بِالْجَنَّةِ وَجَاءَ رَجُلٌ آخَرُ فَضَرَبَ الْبَابَ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالَ عُمَرُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا عُمَرُ يَسْتَأْذِنُ قَالَ افْتَحْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَفَتَحْتُ الْبَابَ وَدَخَلَ وَبَشَّرْتُهُ بِالْجَنَّةِ فَجَاءَ رَجُلٌ آخَرُ فَضَرَبَ الْبَابَ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ عُثْمَانُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا عُثْمَانُ يَسْتَأْذِنُ قَالَ افْتَحْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ عَلَى بَلْوَى تُصِيبُهُ قَالَ أَبمو عِيس
َى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رُوِيَ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ وَفِي الْبَاب عَنْ جَابِرٍ وَابْنِ عُمَرَ *

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, silahkan Download Makalah lengkapanya.
Download Sini
Read More