Published November 15, 2007 by with 0 comment

ISLAM DI SPANYOL (Ilmu Pengetahuan Dan Pendidikan)

Filsafat
Keberadaan Islam di Spanyol telah menyimpan sebuah lembaran peradaban yang sangat monumental dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai “jembatan penyeberangan” yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani – Arab ke Eropa pada abad XII, minat terhadap filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M masa pemerintahan Bani Umayyah ke lima, Muhammad bin Abdul Rahman (832 – 866 M) . Atas inisiatif al-Hakam (961 – 976 M), karya-karya ilmiah dan filsafat diimpor dari Timur dalam jumlah besar.
Tokoh lainnya adalah Ibnu Tufaih (1105 – 1185) penduduk asli Wadi Asy sebuah dusun kecil disebelah timur Granoda, ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat, karya filsafatnya yang cukup unik karena dipaparkan dalam bentuk roman berjudul Hayy bin Yagzan yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, kisah ini ditulisnya sebagai jawaban atas permintaan seorang kawan yang ingin mengetahui “hikmah ketimuran”. Jawaban diberikan dalam wujud pemaparan rahasia-rahasia hikmah ketimuran (masyagiyyah) yang disimpul dari ungkapan mutiara Ibnu Sina.

Pada penghujung abad XII M, muncul seorang filosof Islam terbesar dalam sejarah pemikiran filsafat Islam, ia bernama Ibn Rusyd yang dilahirkan di Cordova tahun 1126 M dengan nama lengkap Abu al-Wallid Muhammad Ibnu Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Rusyd. Di Eropa ia dikenal dengan nama Averros. Ibnu Rusyd dibesarkan dalam keluarga terhormat, kakak dan ayahnya pernah menjabat sebagai hakim agung di Cordova dan meninggalkan sejumlah karya ilmiah yang berpengaruh di Spanyol. Maka tidak mengherankan jika ia kelak tampil meneruskan kebesaran nama keluarganya dibidang ilmu dan filsafat. Lebih dari itu Ibnu Rusyd dianggap sebagai puncak kebesaran Islam di dalam sejarah.
Bidang filsafat adalah capaian pemikirannya yang tertinggi dan sebagai filosoflah Ibn Rusyd mengukir namanya dalam sejarah. Oleh kebangkitan penulis filsafat, ia dijuluki filosof muslim Barat terbesar, dapat dikatakan bahwa hakekat Averroisme sebenarnya adalah pikiran-pikiran rasional filosofis dari Ibnu Rusyd yang berkembang di Eropa.

Sains dan Teknologi
Dalam bidang Sains dan Teknologi, Spanyol Islam telah mencatat kemajuan yang sangat menakjubkan, ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan berbagai bidang ilmu lainnya berkembang dengan baik. Abbas Ibnu Farnas adalah orang yang pertama menemukan pembuatan kaca dari baru. Dalam bidang astronomi telah melahirkan seorang tokoh yang terkenal adalah Ibrahim Ibn Yahya al-Naqqash, ia adalah ilmuan pertama yang dapat menentukan terjadinya gerhana matahari, ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
Bidang ilmu sejarah dan geografi, wilayah Islam bagaian Barat telah banyak melahirkan pemikiran terkenal, Ibnu Jubair dari Valencia menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia. Ibn al-Khatib menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, kemudian pindah ke Afrika. Itulah diantara tokoh yang telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan Sains dan Teknologi di Spanyol.

Seni dan Sastra
Pada sisi kosmopolitan, Syria merupakan despresi utama dari peradaban Islam Spanyol. Pada dasarnya Syria Spanyol didasarkan pada model-model syair Arab yang membangkitkan semangat prajurit dan interest faksional para penakluk Arab. Dalam bidang seni dan sastra Spanyol mencapai kecemerlangan dengan melahirkan seorang pujangga dan sekaligus penyanyi yaitu al-Hasan Ibn Mafi yang dijuluki Zaryab, setiap diselenggarakan pertemuan Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya.
Beberapa bentuk Syair yang khas Spanyol mengalami perkembangan. Sujumlah pujangga baru mengembangkan lirik Arab dan terkadang sebuah kharaj dalam dialek bahasa Romawi dan model sintesis antara beberapa bait bahasa Arab dan bahasa Romawi, bait yang berbahasa Arab tersebut biasanya merupakan sajak cinta, bertemakan prihal kehidupan utama. Ketika seorang penyair memulai dalam bahasa Arab, maka sistem kandungannya prosodi (model persajakan) yang bersifat silabis.
Aktivitas kesasteraan lainnya juga berkembang di bawah dukungan khalifah. Beberapa ilmuan filologi berpindah ke Spanyol sehingga sejumlah perpustakaan kerajaan berkembang pesat. Ilmu tata bahasa dalam gaya timur merupakan karya pertama dalam bahasa Spanyol oleh Ibnu Abdul Rabbih. Arsitektur kekhalifahan yang meliputi arsitektur masjid, istana dan tempat permandian umum juga diilhami model arsitektur bangsa Timur. Masjid Agung Cordova dengan arsitektur yang indah, dengan dimasukkannya beberapa unsur Visigotiok dan Romawi ke dalam desain arsitektur muslim.
Masjid Cordova tersebut antara 961-966 M diperindah oleh para pekerja mozait, yang memberinya sebuah interior yang indah dan menakjubkan, seperti halnya masjid Damaskus, masjid Cordova merupakan lambang perpaduan antara arsitektur lama dengan unsur-unsur peradaban muslim Spanyol. Pada abad X, khalifah juga membangun sebuah kota kerajaan yakni Madinat al-Zahrah, sebuah kota yang dihiasi dengan berbagai istana, pancuran air, pertamanan yang megah yang menandingi keindahan kompleks istana Bagdad.

Hukum
Kemajuan di bidang hukum sangat dimungkinkan karena dukungan penguasa dan masyarakat muslim Spanyol. Islam Spanyol beraliran Sunni dan bermazhab Maliki yang pertama kali diperkenalkan oleh Ziyad bin Abdul Rahman al-Lakhmi Mazhab Maliki tetap bertahan sebagai identitas keagamaan yang utama bagi muslim Spanyol. Meskipun pengaruh pemikiran Mu’tazilah, pemikiran Neo-Platonik, Syi’ah dan pemikiran Sufi dicoba diperkenalkan oleh Muhammad bin Musarra. Namun demikian beberapa ulama hukum menghambat ekspresi publik terhadap kecendrungan mistikal itu.
Perkembangan bidang hukum selanjutnya dilakukan oleh Ibnu Yahya yang menjadi qodi’ pada masa Hisyam bin Abdul Rahman. Ahli-ahli hukum lainnya adalah Abu Bakar al-Qutiyah yang juga dikenal sebagai seorang sejarawan, Ibn Hazm penulis buku al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam yang bermazhab Maliki. Juga terdapat Usman bin Abi Said al-Kunani dan Ahmad bin Abdul Wahab bin Yunus yang bermazhab Syafi’i serta Munzir bin Said al-Baluti yang bermazhab Zahiri. Meskipun banyak mazhab hukum yang berkembang tetapi suasana demokratis diantara tokoh-tokoh mazhab tersebut terjalin dengan baik.
Pada pemerintahan Abdul Rahman III stabilitas negara Spanyol menjadi baik, ia berhasil menjadikan negara Spanyol sebagai pusat peradaban Eropa dan menjadi salah satu pusat peradaban Eropa dan menjadi salah satu pusat peradaban terbesar di dunia di samping Konstantinopel dan Bagdad sehingga Cordova dijuluki sebagai mutiara dunia.
Pada periode ini umat Islam Spanyol memproleh kemajuan-kemajuan baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban, serta kehidupan intelektual terus berkembang.

Download lengkapnya...
Read More
Published November 13, 2007 by with 0 comment

ISLAM SEBAGAI ADIKUASA DUNIA (Faktor-Faktor Penyokong )

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Negara adikuasa adalah negara yang mempunyai kekuatan yang amat besar atau negara yang amat kuat berkuasa atau Badan pemerintahan Internasional yang mampu memaksa kehendaknya di antara negara-negara yang kuat.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa negara adikuasa adalah negara yang mempunyai wilayah kekuasan dan pengaruh yang sangat besar. Misalnya negara Amerika Serikat merupakan negara adikuasa pada saat ini, namun sebelum negara-negara Eropa dan Amerika mengambil alih adikuasa dunia, Islam pernah menjadi adikuasa dunia tepatnya pada pemerintahan Abbasiyah. Dan inilah yang akan menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini yaitu “Islam Sebagai Adikuasa Dunia”
Sebelum membahas Islam sebagai adikuasa dunia, maka terlebih dahulu akan dibahas tentang negara adikuasa sebelum Islam.

Negara Adikuasa Sebelum Islam
Sebelum Islam datang wilayah sekitar semenanjung Arabia dilatarbelakangi oleh dua imperium, yaitu imperium Romawi timur dengan ibu kota Bizantium di Eropa timur dan imperium Persia di Asia barat. Imperium Romawi timur yang dikenal dengan nama Imperium Bizantium memerintah bagian selatan Eropa meliputi Balkan, Anatolia, Syria bagian utara, Mesopotamia, Mesir, Afrika Utara, Palestina, Turki, dan Asia kecil dan sebahagian kecil Eropa. Dan imperium Persia meliputi Iraq, Iran dan sejauh sungai Oxus. Kedua imperium tersebut adalah adikuasa dunia sebelum Islam lahir.
Hubungan antara imperium Bizantium dan imperium Persia adalah hubungan revalitas, yaitu peperangan demi peperangan terjadi antara keduanya sehingga rakyat di kedua wilayah imperium itu mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Maka wajar jika pada akhirnya mereka merindukan kedatangan pasukan Islam yang dapat menengahi atau bahkan menggantikan kekuasaan yang ada pada saat itu.
Demikianlah peperangan berjalan terus antara dua imperium atau adikuasa dunia pada abad Ketujuh M. Daerah-daerah Mesir, Palestina, Suriah dan Irak silih berganti mereka kuasai. Pada zaman lahirnya Islam, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan Bizantium.
Kondisi sosial politik internal wilayah Arabia di masa jahiliyah menjelang kedatangan Islam pada dasarnya terpecah-pecah, tidak mengenal kepemimpinan sentral atau persatuan. Kepemimpinan politik didasarkan pada suku-suku guna mempertahankan diri dari serangan suku-suku lain. Ikatan-ikatan sosial dibuat berdasarkan hubungan darah dan mempertahankan diri. Kondisi demikian melahirkan sikap politik yang kuat adalah yang menang. Inilah yang ditentang oleh Islam dengan lahirnya kepemimpinan Muhammad Saw.

Islam Sebagai Adikuasa Dunia
1. Adikuasa Pada Masa Rasulullah dan Khulafa Al-Rasyidin
Tahun Islam dimulai dengan Hijrah Nabi Muhammad Saw. dari Mekkah ke Madinah di tahun 622 M. Di Mekkah terdapat kekuasaan kaum Quraisy yang kuat dan yang ada pada waktu itu belum dapat dipatahkan Islam. Di Madinah sebaliknya tidak terdapat kekuasaan yang sama dengan di Mekkah. Baru setelah Nabi Muhammad memegang kekuasaan sebagai kepala negara, Islam lebih mudah dapat disebarkan ke seluruh semenanjung Arabiah.
Pada periode Madinah langkah Rasulullah yang pertama adalah mendirikan masjid kemudian menciptakan persaudaraan nyata antara orang Islam Mekkah dan Madinah. Persaudaraan ini dimaksudkan untuk mempererat persaudaraan dan menghilangkan permusuhan antara suku-suku yang ada. Hitti menggambarkan Madinah pada saat itu sebagai miniatur dunia Islam. Watt menambahkan bahwa Nabi Muhammad telah menciptakan situasi baru dengan menghilangkan atau memperkecil pertentanga dan permusuhan antara- suku-suku.
Sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M. Beliau melakukan ekspansi, Seluruh semenanjung Arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan Islam. Ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia di mulai di zaman Khalifah pertama, Abu Bakar al-Siddiq. Beliau juga melakukan ekspansi ke Suriah dengan mengirim utusan kepada Raja Ghassan di Suriah, tetapi utusan itu dibunuh oleh tentara Bizantium yang ada di daerah itu. Sebagai balasan terhadap peristiwa ini, Nabi mengirim tentara untuk memukul tentara Bizantium. Peperangan yang terjadi pada masa Nabi dilanjutkan pada masa Umar Ibn Khattab.
2. Adikuasa Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
Sesudah Abu Bakar menumpas habis para pemberontak dalam negeri, lalu ia mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan Persia dan Bizantium yang akhirnya yang menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua adikuasa dunia itu yaitu Persia dan Bizantium.
Untuk mengahadapi kedua adikuasa dunia itu, Abu Bakar mengirim Musanna dan Khalid Ibn Walid sebagai pimpinan untuk menaklukkan Hirah, sebuah kerajaan yang menyatakan kesetiaannya kepada Raja Persia. Sedangkan untuk menghadapi adikuasa Bizantium beliau mengirim empat orang panglima yaitu Abu Ubaidah, Yazid Ibn Abi Sufyan, Amr Ibn As dan syurabil ke Suriah suatu negara di utara Arab yang dikuasai Romawi timur (Bizantium)
Ketika pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan Kerajaan Hirrah, dan telah meraih beberapa kemenangan yang dapat menjadikan Islam sebagai Adikuasa dunia pada saat itu, Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada tahun 634 M.
Peperangan yang terjadi dengan Imperium Bizantium pada masa Nabi dan Abu Bakar dilanjutkan oleh Khalifah Umar Ibn Khattab. Tentara dikirim memukul kekuatan Bizantium di Palestina dan jatuh ke tangan Islam pada tahun 634 M, kota Damaskus jatuh pada tahun 635 dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, daerah Suriah jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Suriah sebagai basis. Ekspansi diteruskan ke Mesir dan jatuh pada tahun 640 M. Kemudian tentara Bizantium di Heliopolis di kalahkan dan Alexandria menyerah di tahun 641 M. dan Irak jatuh pada tahun 637 M. dari sana serangan dilanjutkan Ke Madain ibu kota Persia dan dikuasai pada tahun itu juga. Peperangan-peperangan itu membuat khalifah Umar Ibn Khattab menguasai seluruh Persia dan Daerah-Daerah Bizantium yaitu Palestina, Damaskus, Suriah, dan Mesir.
Dengan dikuasainya daerah tersebut, Persia sebagai adikuasa dunia telah tidak ada lagi dan kedudukannya telah digantikan oleh Negara Madinah. Negara Madinah yang telah menjadi imperium atau adikuasa yang berada dalam keadaan perang Bizantium sebagai adikuasa kedua.
Pada masa Usman dan Ali, dikalangan umat Islam telah terjadi perpecahan dan kekacauan sehingga ekspansi besar-besaran baru dilakukan pada masa Bani Umayyah.
3. Adikuasa Pada Masa Bani Umayyah
Pada zaman Bani Umayyah peperangan dengan Bizantium dilanjutkan dan daerah kekuasan Islam diperluas. Perluasan yang dilakukan pada masa Bani Umayyah meliputi tiga wilayah yaitu, Wilayah pertempuran melawan bangsa Romawi di Asia kecil, sampai pengempungan terhadap kota Constantinopel dan penyerangan terhadap pulau di Laut Tengah. Wilayah Afrika Utara meluas sampai ke pantai Atlantik, Selat Jabal Tarik dan Sampai Ke Spanyol. Dan Wilayah Timur diperluas ke daerah Sungai Jihun dan daerah Sind
Pada masa ini terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan yang terhenti sejak zaman kedua khulafa al-Rasyidin terakhir. Dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di berbagai penjuru dunia beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi Spanyol, seluruh Afrika utara, Jazirah Arab, Suriah, Palestina, Irak Persia, Afganistan, India dan negeri-
negeri yang sekarang dinamakan Uzbekistan, yang termasuk Sovyet Rusia. Dengan perluasan daerah-daerah tersebut, Bani Umayyah menjadikan Islam sebagai adikuasa yang lebih besar dari Bizantium.
Demikianlah ekspansi yang dilakukan oleh Bani Umayyah. Kekuasan dan kejayaan Islam sebagai adikuasa dunia pada masa Bani Umayyah dicapai pada masa Al-Walid I dan sesudah itu kekuasaan mereka menurun sehingga akhirnya dipatahkan oleh Bani Abbasiyah di tahun 750.
4. Adikuasa Pada Masa Bani Abbasiyah.
Ketika Bani Umayyah jatuh pada tahun 750 M. adikuasa Islam dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah yang dapat berkuasa sampai tahun 1258 M. Pada masa ini, merupakan puncak dari pada adikuasa (kekuasan) Islam dan telah menjadikan Islam sebagai negara besar. Timbul persatuan berbagai bangsa dibawah naungan Islam dengan bahasa Arab, kebudayaan, serta peradaban Islam menjadi peradaban baru.
Peradaban Islam berkembang mulai dari Spanyol di Barat sampai di India di timur serta mulai dari Sudan di selatan sampai di kaukaus di utara. Walaupun unsur-unsur berbeda sumber : Bidang ilmu pengetahuan dari Yunani, Arsitektur dari Bizantium, Adminstrasi dan sastra dari Persia, Mistik dari India, namun semuanya dibingkai dalam bahasa Arab dan nilai-nilai al-Qur’an sebagai pengikatnya. Di samping itu umat Islam menghargai akal yang dianugrahkan Allah serta ajaran Nabi Muhammad Saw. untuk mencari dan mengembangkan ilmu, sehingga berkembanglah ilmu pengetahuan Islam yang mencapai puncaknya pada masa ini.
Berbeda halnya dengan Bani Umayyah, Pada masa ini Bani Abbasiyah memberi corak baru kepada adikuasa Islam, yakni mereka melakukan hubungan kontak dengan peradaban Yunani yang ada di Mesir, Suriah dan Irak sehingga membuat ulama Islam mempelajari Filsafat dan sains Yunani dan timbullah peradaban Islam yang tiada taranya dari abad ke delapan sampai abad ketiga blas. Muncullah filosof Islam seperti Al-kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawahi dan Ibn Rusyd. Ulama-Ulama sains seperti Al-Farabi, Al-Farghani, dan Al-Biruni. Dalam bidang astronomi, Ibnu Sina dan Ibn Rusyd dalam bidang kedokteran, Al-Thusi, Umar Al-Khayyam dalam bidang Mati-Matika dan masih banyak lagi yang lain dalam bidang sains.
Di samping sains dan filsafat, pemikiran rasional juga dikembangkan pada saat itu, sehingga melahirkan pemikiran dibidang agama misalnya dalam bidang fiqih, timbul pemikiran Imam Abu Hanifah, Imam Malik Ibn Anas, Imam As-Syafi’ dan Imam Hambal. Dalam Ilmu Aqidah timbul pemikiran Wasil Ibn Atha, Al-Asy’ari dan Al-Maturidy. Dalam bidang Tafsir, Al-Thabari, Al-Zamakhsyari. Dalam bidang Hadits, Imam Bukhari, Imam Muslim Dan dalam bidang tasawuf lahir pemikiran Rabi’ah Al-Adawiyah, Yazid Al-Bustani, Al-Hallaj dan Ibn Arabi.
Seiring dengan memuncaknya peradaban Islam dalam bidang ilmu pengetahuan, bersamaan dengan itu kondisi di luar Islam terutama Eropa sedang mengalami masa kegelapan. Pada abad XI Eropa mulai menyadari adanya peradaban Islam yang tinggi di timur, maka mereka berusaha untuk mengambilnya. Orang-orang Eropa banyak yang belajar bahasa Arab, sains dan filsafat di Bagdad, sehingga ketika mereka menguasai bahasa Arab, sains dan filsafat, buku-buku bahasa Arab diterjemahkan dan dikembangkan di Eropa. Inilah yang menyebabkan timbulnya renaissance Eropa yang kemudian membawa kemajuan dan peradaban Barat sekarang ini.
Ketika Eropa bangkit dari ketertinggalannya, sebaliknya Islam mengalami kemunduran. Kemunduran itu terjadi ketika umat Islam mengalami penyerbuan dari timur dan dari barat. Dari timur Baghdad diserbu Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Di Barat Toledo jatuh 1085, Cordova menyusul tahun 1236, selanjutnya Sevilla tahun 1248. Setelah beberapa daerah tersebut di atas dijatuhkan oleh barat, maka tidak ada lagi adikuasa Islam di dunia pada saat itu, dan yang tinggal adalah sultan-sultan yang menguasai daerah masing-masing di Spanyol, Afrika Utara, Mesir, Asia Barat dan Asia Tengah.
Namun pada abad XVI M, muncul tiga adikuasa baru, yaitu Kerajaan Turki Usmani berpusat di Istanbul, Kerjaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
Kerajaan Turki Usmani meluaskan daerah kekuasaanya sampai di Eropa timur, Asia kecil, Asia Barat dan Afrika Utara. Kerajaan Safawi menguasai Persia dan Kerajaan Mughal menguasai India. Ketiga kerajaan inilah merupakan adikuasa dunia pada zaman itu.
Pada masa berkuasanya ketiga kerajaan di atas, telah berkembang pemikiran tradisional sebagai ganti pemikiran rasional yang berkembang sebelumnya. Sains dan filsafat hilang dari dunia Islam, Ulama dan umat hanya berorientasi akhirat. Ilmu-Ilmu agama tidak berkembang akibat pintu ijtihad ditutup. Ulama mengembangkan sikap taklid, dan terjadinya penyimpangan akidah dalam berbagai bentuk Ilmu pengetahuan dalam keadaan stagnasi, tareket-tarekat diliputi oleh khurafat, dan umat Islam diliputi oleh sikap fatalis.
Inilah beberapa hal yang menyebabkan Islam mengalami kemunduran dan tidak menjadi adikuasa dunia lagi. Pemikiran Filosofis dan sains yang diambil orang Eropa dari Islam , mereka kembangkan dan abad XVI M. masuklah Eropa ke zaman modern dan menjadikan Eropa sebagai adikuasa Dunia sampai sekarang ini.
Download Makalah lengkapnya...
Read More
Published November 12, 2007 by with 0 comment

KHALIFAH BANI UMAYYAH DI SPANYOL (Asal-Usul, Pembentukan, Kemajuan dan Kemundurannya)

Spanyol, oleh lidah Arab dikenal dengan Andalusia, adalah sebuah propinsi yang ibukotanya Cordova pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Barat (756-1031 M). Luas wilayahnya 13.727 km dan penduduknya sekitar 782.000 jiwa. Islam pada masa ini sudah menjadi dokumen sejarah tersendiri bagi perjalanan masa-masa keemasan Islam yang patut menjadi perhatian bagi generasi sekarang.
Sumbangan umat Islam Spanyol dalam pengembangan intelektual dan berbagai penelitian ilmiah tidak hanya berguna bagi umat Islam di negeri Masyriq, tetapi juga bagi seluruh manusia. Cordova merupakan sentral intelektual di Eropa dengan hadirnya perguruan-perguruan tinggi Islam yang amat terkenal dalam berbagai bidang. Ketika itu orang-orang Eropa datang belajar di Cordova dan mereka bangga belajar di negara tersebut sebagaimana kebanggaan umat Islam yang saat sekarang belajar di Eropa. Islam pada saat itu menjadi guru bagi orang-orang Eropa Kristen.
Spanyol merupakan tempat paling strategis bagi Eropa pada saat itu untuk menggali peradaban Islam yang tak tertandingi, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian maupun peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menjadi saksi sejarah bahwa Spanyol di bawah panji Islam jauh meninggalkan negara tetangganya terutama di bidang pemikiran dan sains.

Uraian di atas, memberikan inspirasi terhadap pemakalah untuk lebih jauh meneropong bagaimana prosesi masuknya Islam ke Spanyol, perkembangannya, serta kemajuan dan kemundurannya.

Asal-Usul Islam di Spanyol
Kondisi sosial dan politik Spanyol sebelum kedatangan Islam merupakan pembuka jalan bagi penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam. Struktur sosialnya dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Bangsa ini telah terkotak-kotak yang secara garis besar dapat dibagi kepada dua kelas. Pertama, kelas bangsawan (Borjois) merupakan kelas yang diistimewakan dan dikecualikan dari pembayaran pajak. Kedua, kelas yang redah yaitu mayoritas penduduk yang jumlahnya sangat besar, dibiarkan hidup berantakan dan kesengsaraan. Keadaan negeri ini di bawah kekuasaan Raja Goth yakni kekaisaran Visigoth (419-711 M) membuat masyarakat diliputi kemiskinan, penderitaan dan ketidakadilan. Dalam keadaan seperti ini mereka mencari sang pembebas dan akhirnya mereka menemukan Islam.
Spanyol sebelum penaklukkannya, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya salah-satu propensi dari dinasti Bani Umayyah. Hal ini telah terjadi pada masa Khalifa Abdul Malik (685-705 M.) Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan Ibnu Nu’man al-Gassani menjadi gubernur di daerah itu. Penguasa Afrika Utara sebagai batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukkan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukkan, Spanyol dikenal dengan tiga pahlawan besar yaitu Thariq Ibnu Malik, Thariq bin Ziyad dan Musa Ibnu Nuzair. Yang disebut sebagai tokoh Yang kedua lebih dikenal sebagai penakluk Spanyol. Pasukan Thariq terdiri dari Barbar dan sebagian dari orang Arab yang dikirim oleh khalifah Abdul Walid. Di bawah pimpinan Thariq sebuah gunung tempat pertama kali Thariq bersama pasukan mendarat yang dikenal dengan Giblartar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah tersebut, maka terbuka lebarlah pintu untuk memasuki Spanyol.
Pada tahun 711 M, Islam secara resmi masuk Spanyol dimana Thariq dapat mengalahkan Raja Roderick dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakka. Thariq kemudian menaklukkan kota-kota penting seperti Granada, Saville dan Toledo. Mendengar keberhasilan Thariq, Musa Ibnu Nuzhair berangkat ke Spanyol dengan sejumlah pasukan dengan niat membantu Thariq, maka melebarlah wilayah Islam di Spanyol.

Perkembangan Islam di Spanyol
1. Masa Kefakuman
Pada tahap awal semenjak jadi kekuasaan Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali yang diangkat oleh Bani Umayyah di Damaskus. Pada periode ini kondisi sosial politik Spanyol masih diwarnai perselisihan disebabkan karena pluralitas etnis dan golongan. Selain itu juga timbul gangguan dari sisa-sisa musuh Islam yang tinggal di daerah pedalaman Spanyol. Di samping itu juga terjadi benturan-benturan pandangan antara pemerintah di Damaskus dan di Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengklaim dirinya berhak menguasai Spanyol. Konsekkuenasinya terjadi dua puluh kali pergantian gubernur dalam jangka yang amat singkat. Perang saudara juga tak terelakkan akibat isu SARA terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua kelompok yang terus berseteru yaitu suku Arab Utara (Qais) dan Arab Yunani (Arab Selatan.
Komplexitas persoalan yang dihadapi umat Islam pada waktu itu baik dari dalam mau pun dari luar membut lumpu kegiatan pembangunan dalam berbagai bidang. Aktifitas pemerintah tidak mewarnai perjalanan kekuasaan Islam. Periode ini berlangsung pada 711-755 M jadi selama 44 tahun terjadi kevakuman pembangunan.

2. Deklarasi Pemerintahan Amir(755-912 M)
Ketika pada tahun 750 M, Marwan II, khalifah terakhir Bani Umayyah menerima kekalahan pemberontakan Bani Abbasyiah yang dipimpin oleh Abbas as-Saffah dan akhirnya menobatkan diri sebagai khalifa pertama Bani Abbas. Disebabkan dendam yang begitu lama, Abu Abbas As-Saffah memburu keluarga Bani Umayyah sampai kepada akar-akarnya. Salah seorang diantara Bani Umayyah yang lolos dari pembalasan dendam yang keji itu adalah Abdurrahman ad-Dakhili. Ia adalah cucu khalifah Bani Umayyah yang ke-10 yaitu Hisyam. Pengembaraan Abdurrahman berakhir di Spanyol dengan memperoleh dukungan dan sambutan hangat. Untuk memproklamirkan dirinya sebagai penguasa Spanyol. maka Abdurrahman bertempur melawan gubernur Abbasiyah di Spanyol yang dimenangkan oleh Abdurrahman, maka secara langsung ia menempatkan dirinya sebagai penguasa yang merdeka yang bergelar Amir tahun 756 M, yang tidak mempunyai hubungan politik terhadap pemerintahan Bani Abbisyah di Bagdad. Jadi dalam masa enam tahun keruntuhan Bani Umayyah dan digantikan oleh Abbasiyah, maka lahirlah Neo Umayyah (bahasa penulis) di Spanyol.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh para penerus Abdurrahman ad-Dakhil juga membawa kemajuan-kemajuan bagin Spanyol. Hisyam I sebagai Amir ke-2 dikenal berjasa dalam meneggakkan hukun Islam. Hakam dikenal sebagai pembaharu dibidang meliter dan Abdurrahman ia populer karena kecintaannya kepada ilmu pengetahuan. Pemikiran filsafat sudah mulai mewarnai periode ini. Kegiatan ilmiah semarak dengan hadirnya ahli-ahli dari dunia Islam lain.
Ketika Abdurrahman II meninggal pada tahun 852 M, amir-amir yang datang selanjutnya, yaitu Muhammad I (852-886 M), al-Mundir (886-888 M) dan Abdullah (888-912 M) menghadapi banyak tantangan. Konflik politik yang paling dahsyat pada masa ini menurut Watt adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafsun yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Pendeknya tiga periode ini diwarnai dengan pemberontakan baik dari dalam maupun dari luar, sehingga pembangunan saat itu tidak berkembang.

3. Pengembalian Gelar Khalifah (912-1025 M.)
Pengembalian gelar khalifa dalam sistem politik umat Islam di Spanyol adalah langkah berani yang ditempuh Abdurrahman III (912-961 M) yang bergelar al-Nasir li dinillah (penegak agama Allah). Langkah ini dilakukan dengan satu alasan bahwa Khlifa Bani Abbasyiah diambang kehacuran sehingga dianggap pantas memakai gelar khalifa yang hilang sejak kekuasaan Bani Umayyah. pada tahun 929 M, raja-raja yang berkuasa pada waktu terserbut sudah memakai khalifah.

Abdurrahman adalah khalifah yang paling hebat sepanjang kekuasaan Islam di Spanyol. Pada masanya Spanyol mencapai puncak kejayaan menyaingi kajayaan daulah Bani Abbasyiah. Ia juga menggabungkan antara kultur antara Abbasyiah, bagdad dan kultur Spanyol. Abdurrahman juga mendirikan Universitas Cordova yang perpustakaannya memiliki ratusan ribu buku. Masyarakat dapat menikmati pembangunan kota yang berlangsung secara cepat.
Kemajuan dalam bidang ekonomi membuat Abdurrahman mudah melancarkan kegiatan pembanguna, pertanian, industi, perdagangan dan pendidikan mengalami kemajuan yang pesat. Di bawah panji pemerintahannya, Spanyol mengalami kemajuan peradaban yang menakjubkan, khususnya di bidang arsitektur. Kemasyhurannya sebagai penguasa dikenal sampai Konstantinopel, Jerman, Itali. Duta-duta negara lain datang kepada khalifah. Dia disejajarkan Raja Akbar dari India,Umar bin Khattab dan Harun al-Rasyid. Dia termasuk penguasa terbaik dunia.
Pada tahap perkembangan selanjutnya, ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Kekuasaan dipegang oleh para pejabat yang rakus. Hisyam layaknya boneka yang bergantung pada majikannya. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur, dilanda kekacaun dan menyulut kahancuran. Akhirnya pada tahun 1013 M, dewan menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketikan itu Spanyol terpecah-pecah menjadi dinasti-dinasti kecil yang berpusat pada beberapa kota.

Catatan: Donwload makalah lengkapnya, dalam versi ms.word
Read More
Published November 09, 2007 by with 0 comment

Invasi Bangsa Mongol

A. Asal Mula Bangsa Mongol
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan yang mempunyai dua putera kembar, Tartar dan Mongol. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu wilayah ke wilayah lain, menggembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional dengan mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka maupun dengan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani meng-hadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya.
Bangsa Mongol tidak memeluk salah satu dari ketiga agama Samawi, padahal mereka hidup dan bergaul dengan pengikut agama Yahudi, Kristen dan Islam. Mereka menyembah matahari dan bersujud kepadanya ketika terbit. Syari’at mereka tidak mengharamkan apapun kepada mereka dan mereka makan hewan apa saja yang ditemuinya meski sudah menjadi bangkai.
Bangsa Mongol mencapai kemajuan secara besar-besaran pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan. Ia berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, putranya, Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa Mongol dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada 1206 M ia mendapat gelar “Jengis Khan”, Raja Yang Perkasa. Untuk mengatur rakyatnya, ia menetapkan suatu undang-undang yang terangkum dalam sebuah kitab yang disebut “Ilyasa”.
Dari sekian hukum yang termuat dalam kitab tersebut, pem-bunuhan merupakan satu-satunya sangsi bagi yang melanggar (seolah-olah tidak ada sangsi hukum lainnya). Hal itu menjadi bukti kehausan Jengis Khan dan hobinya melihat darah mengalir di depan mata dan di bawah telapak kakinya. Kesimpulan ini dikuatkan dengan pembunuhan besar-besaran dalam perang melawan musuh-musuhnya. Ahli sejarah mensinyalir bahwa Jengis Khan pernah membunuh tujuh ratus ribu jiwa hanya dalam tempo satu hari.

B.Permulaan Perang Melawan Kaum Muslimin

Bangsa Mongol tergolong bangsa yang pemberani dan tegar dalam peperangan. Perang melawan kaum muslimin bermula dari kasus pembunuhan delegasi para pengusaha yang dikirim oleh Jengis Khan pada 616 H/1219 M. Delegasi para pengusaha itu dikirim ke negara Khawarizm Syah Muhammad untuk membeli baju produk negara Khawarizm Syah Muhammad dengan membawa harta yang banyak. Melihat kenyataan itu, wakil Khawarizm Syah Muhammad kemudian mengirim surat kepada rajanya (Khawarizm Syah Muhammad) yang sepertinya ia merayu sang raja untuk merampas harta tersebut. Raja Khawarizm Syah Muhammad terbujuk oleh surat wakilnya lalu berambisi untuk mendapatkan harta tersebut. Sang raja lalu memerintahkan wakilnya untuk membunuh seluruh delegasi pengusaha itu dan merampas hartanya. Perintah tersebut dilaksanakan oleh wakilnya. Peristiwa itu terdengar oleh Jengis Khan lalu ia mengirim wakil untuk menemui Khawarizm Syah Muhammad dengan membawa surat.
Surat Jengis Khan tersebut tidak digubris oleh Khawarizm Syah, ia malah bertindak lebih konyol. Ia memerintahkan agar utusan Jengis Khan itu dipenggal kepalanya. Kesalahan fatal yang dilakukan raja Khawarizm Syah itu mengakibatkan penderitaan bagi kaum muslimin, sebab kesalahannya tidak hanya seperti itu, ia ternyata menyiapkan pasukan kemudian menyerang negara Jengis Khan yang ketika itu sedang sibuk berperang melawan negara tetangga (Kasyla Khan). Khawarizm Syah merampas kekayaan negara Jengis Khan, menawan kaum wanita dan anak-anak. Tindakan konyol Khawarizm Syah itu memancing emosi bangsa Mongol. Jengis Khan tidak tinggal diam. ia menyiapkan pasukan gagah berani kemudian menyeberang sungai Jihun dengan tujuan Khawarizm. Kedua pasukan bertemu dan perang sengit pun meledak yang berlangsung maraton selama empat hari. Akibatnya, korban berjatuhan dari kedua belah pihak hingga kuda ter-gelincir di lautan darah para korban. Jumlah korban kaum muslimin kurang lebih dua puluh ribu jiwa dan korban dari pihak Mongol lebih besar beberapa kali lipat dari jumlah korban kaum muslimin.

C. Invasi Mongol Terhadap Negeri-negeri Islam
Setelah pasukan Mongol terlibat terlibat pertempuran sengit dengan kaum Muslimin selama empat hari, kedua belah pihak memilih mundur. Khawarizm Syah bertolak menuju Bukhara dan Samarkand lalu membangun benteng pertahanan di dalamnya dan dijaga oleh pasukan dalam jumlah besar yang mencapai dua puluh ribu personil. Setelah itu, Khawarizm Syah kembali ke negerinya (Iran) untuk menyiapkan pasukan lain dalam rangka menghadapi pasukan Mongol.
Sementara itu, Jengis Khan juga telah siap dengan tentaranya yang kemudian bertolak menuju Bukhara. Warga Bukhara terdesak dengan pengepungan pasukan itu lalu meminta jaminan keamanan kepada Jengis Khan. Jengis Khan bersedia memberikan jaminan keamanan kepada mereka, kemudian ia dan pasukannya memasuki Bukhara. Namun, jaminan keamanan yang ia janjikan hanya tipuan belaka. Langkah pasukan Jengis Khan untuk menerobos jauh ke dalam kota terhadang oleh benteng petahanan yang telah dibangun oleh Khawarizm Syah. Mereka mengepung dengan ketat benteng tersebut dengan menyertakan warga kota Bukhara untuk menghancurkan parit yang melindungi kota Bukhara. Pasukan itu melemparkan mimbar-mimbar masjid, al-Qur’an dan buku-buku ke dalam parit agar bisa menyeberang ke benteng pertahanan tersebut. Setelah dikepung selama sepuluh hari berturut-turut, benteng itupun jebol. Pasukan Mongol membunuh semua orang yang ada di Bukhara, menawan para wanita dan anak-anak, dan memperkosa para wanita di depan keluarganya. Di antara mereka ada yang melawan untuk mempertahankan istrinya hingga terbunuh dan ada pula yang menjadi tawanan perang kemudian disiksa dengan bebagai macam bentuk penyiksaan. Perumahan, masjid dan sekolah dibakar hingga ludes.
Dari Bukhara, Jengis Khan berjalan menuju Samarkand yang dijaga oleh lima puluh ribu personil pasukan Islam. Kekalahan pasukan Islam di Bukhara meruntuhkan semangat tempur pasukan Islam di Samarkand hingga akhirnya mereka tidak mampu menghadang gerak laju pasukan Mongol. Kaum Muslimin di Samarkand mendapatkan tambahan pasukan yang berkekuatan tujuh puluh ribu personil yang terdiri dari rakyat sipil. Jumlah pasukan yang banyak tersebut juga behasil dikalahkan pasukan Mongol. Kekalahan tersebut sangat wajar karena mereka tidak terlatih dan tidak mempunyai persenjataan yang memadai untuk meng-hadapi pasukan setangguh pasukan Mongol. Pasukan Mongol menawan, merampas dan merampok semua senjata mereka dan apa saja yang dapat mereka gunakan untuk membela harga diri dan tanah airnya, lalu mereka dibunuh. Itulah kebiasaan pasukan Mongol ketika berhasil menaklukkan suatu negeri.
Kekalahan beruntun pasukan Islam didengar oleh Khawarizm Syah, lalu ia berlari ke wilayah sekitar sungai Jihun. Ia berusaha menyusun kembali pasukannya untuk menantang pasukan Mongol dan melindungi wilayahnya. Jengis Khan bukanlah orang bodoh, ia mengirim pasukan rahasia yang berkekuatan dua puluh ribu personil untuk mencari Khawarizm Syah. Ia berkata kepada mereka: “Carilah Khawarizm Syah, kejar dia meskipun bergantung di langit!”. Pasukan rahasia tersebut kemudian melacak Khawarizm Syah dan berhasil menemukan tempat persembunyiannya, namun mereka terhalang oleh sungai dan tidak mendapatkan perahu untuk menyeberangi sungai tersebut. Mereka tidak kehabisan akal. Mereka kemudian membuat kotak dan memenuhinya dengan seluruh senjatanya. Setiap orang dari mereka melepaskan kudanya ke sungai dan ia memegang ekor kudanya itu dengan salah satu tangannya dan tangan yang satunya lagi memegang kotak yang berisi senjata. Begitulah kuda-kuda mereka menyeberangi sungai dan mereka berada di belakang kuda-kuda terebut.
Mengetahui bahwa pasukan Mongol memburunya, Khawarizm syah kaget. Ia berlari ke Naisabur dan pasukan itu terus memburunya. Setiap kali ia berlari ke suatu tempat dan berusaha menyusun kekuatan, pasti diketahui pasukan Mongol. Ia terus berlari sementara pasukan Mongol sendiri tidak henti-henti mengejarnya hingga ia menyeberangi laut Tibristan. Ia memanjat benteng pertahanan pulau tersebut dan di tempat itulah ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Setelah berhasil menaklukkan Samarkand dengan mudah, Jengis Khan mendirikan kemah dan bermarkaz di sana. Dari kemah tesebut, ia mengirim pasukan ke Khurasan, Ray dan berbagai penjuru lainnya. Pasukan Jengis Khan kemudian berhasil memasuki kota Ray tanpa sepengetahuan warganya. Mereka membunuh warga kota itu, merampok dan menawan warga yang masih hidup. Dari Ray, mereka bertolak menuju kota Hamdan kemudian Qazwin. Di sana pasukan Jengis Khan merampok kekayaan warga Qazwin serta membantai mereka yang jumlahnya kurang lebih empat puluh ribu jiwa. Dari Qazwin, pasukan Mongol menuju Azerbaijan yang ketika itu diperintah oleh Azbek bin Bahlawan. Jauh-jauh hari sebelumnya, Azbek siap berdamai dengan pasukan Mongol. Ia menemui mereka dengan membawa upeti dan hadiah-hadiah lainnya dan pasukan Mongol menerima upeti itu. Dari Azerbaijan mereka menuju Mauqan. Kedatangan mereka dihadang oleh warga Mauqan yang berkekuatan sekitar sepuluh ribu personil, namun mereka mampu bertahan hanya sekejap mata. Pasukan Mongol kemudian menuju Tibriz. Di sana mereka berdamai dengan warga kota Tibriz dengan kompensasi warga Tibriz menyerahkan sejumlah uang.
Memasuki tahun 617 H/1220 M pasukan Mongol berhasil menguasai seluruh kerajaan Islam kecuali Mesir, Syam, AL-Jazair dan Irak. Mereka menghancurkan setiap ras yang mencoba menghadang gerak lajunya. Mereka bantai kaum muslimin dan non muslim di wilayah yang mereka taklukkan dalam jumlah yang tak terduga. Ibnu Katsir berkata – sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Sayyid al-Wakil – bahwa bisa dikatakan setiap kali mereka memasuki suatu negeri, mereka pasti membunuh siapa saja yang mereka temui tidak terkecuali tentara, rakyat sipil, wanita dan anak-anak. Mereka merusak dan membakar apa saja yang ada di negeri tersebut. Bahkan dikisahkan bahwa mereka mengumpulkan sutra yang sangat banyak hingga mereka tidak sanggup mengangkutnya kemudian mereka membakarnya. Mereka menonton adegan pembakaran itu dengan terkekeh-kekeh. Rumah-rumah juga mereka sama ratakan dengan tanah. Apa saja yang tidak mampu mereka hancurkan, maka mereka bakar hingga ludes. Yang banyak mereka bakar adalah masjid dan sekolah. Mereka jadikan kaum muslimin sebagai tawanan perang dan berperang dengannya. Jika tawanan itu menolak perintahnya, mereka langsung membunuhnya.
Memasuki tahun 618 H/1221 M, pasukan Mongol memasuki negara Kurj dan menaklukkan negara Qabjan yang sebelumnya sempat meminta perlindungan Rusia yang menganut agama Kristen. Mereka kemudian bersepakat bekerjasama dalam menghadapi pasukan Mongol, lalu terjadilah perang. Namun, pasukan Mongol berhasil mengalahkan pasukan koalisi tersebut.
Pada tahun 620 H/1222 M, pasukan Mongol bermaksud menuju Bulgaria, kemudian kembali ke markaz rajanya, Jengis Khan. Sebelumnya, Jengis Khan mengirim ekspedisi yang lain ke Farghanan. Keduanya berhasil menguasai kedua negara tersebut. Jengis Khan juga menyiapkan pasukan dan mengirimkannya ke Khurasan kemudian mengepung kota Balkh dan berdamai dengan penduduknya. Selain itu, mereka juga mengepung negara-negara yang lain hingga tiba di Thalqan, namun mereka gagal menaklukkannya. Kegagalan mereka itu dilaporkan kepada Jengis Khan. Jengis Khan kemudian datang langsung ke lokasi dan mengepung-nya selama empat bulan. Mereka akhirnya berhasil menguasai Thalqan secara paksa serta membunuh seluruh penduduknya.
Pada tahun 624 H/1227 Jengis Khan berhasil menguasai Asia Utara dari timur dan barat dalam jangka waktu tujuh tahun. Kemenangan-kemenangannya meruntuhkan sendi-sendi kehidupan negara yang ia serang. Hampir tidak ada satu negara, kota ataupun perkampungan yang selamat dari kekejamannya. Jengis Khan hidup relatif lama. Ia lahir pada tahun 509 H/1115 M dan menjadi raja pada tahun 599 H/1202 M dalam usia 90 tahun. Invasinya ke wilayah-wilayah Islam berlangsung dari tahun 616 H/1219 M hingga tahun 624 H/1227 M. Ia meninggal dunia pada tahun itu juga dalam usia 112 tahun.
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjai empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, chagatai, Ogotai dan Tuli. Chagatai berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukkan dan berhasil merebut Ferghana, Ray dan Azerbaijan. Sementara Tuli menguasai Khurasan. Karena kerajaan-kerajaan Islam sudah terpecah-belah dan kekuatannya ssudah lemah, Tuli dengan mudah dapat menguasai Irak. Ia meninggal tahun 654 H/1256 M dan digantikan oleh putranya Hulagu Khan.
Ketika Hulagu Khan resmi berkuasa, ia berambisi menggabung-kan Baghdad, markaz negara Islam ke dalam pemerintahannya. Keinginan-nya itu kemudian tercapai tatkala Ibnu Alqami, perdana menteri dari aliran Syi’ah Rafadh berkompromi dengan pasukan Mongol. Sikap Ibnu Alqami itu didasari oleh ambisinya untuk merampas tahta khilafah dari tangan Bani Abbasiyah – lalu menyerahkan kepada dinasti Fatimiyah – dan kesempatan emas untuk tujuan itu bisa ia dapatkan pada saat pasukan Mongol menyerbu wilayah Islam. Karena itu, ia aktif mengadakan kontak dan korespondensi dengan pasukan Mongol dan mendukung mereka menyerang Baghdad.
D. Penyerbuan dan Penaklukan Baghdad
Perdana menteri Rafadh – Ibnu Alqami – berhasil merayu pasukan Mongol untuk menyerang Baghdad. Ia sarankan khalifah Mu’tashim mengirim hadiah-hadiah yang berharga kepada Hulagu Khan agar ia membatalkan rencananya menyerbu Baghdad. Beberapa pembantu dekat khalifah Mu’tashim mengusulkan agar hadiah-hadiah tersebut tidak perlu mewah dan tidak perlu berlebih-lebihan dalam menanggapi ancaman Hulagu Khan.
Khalifah Mu’tashim sependapat dengan usulan tersebut, kemudian ia mengirim hadiah-hadiah yang tidak ada harganya dalam pandangan Hulagu Khan. Nampaknya Ibnu Alqami telah menginformasi-kan kepada Hulagu Khan perdebatan antara khalifah Mu’tashim dengan pembantu dekatnya. Lalu Hulagu Khan berkirim surat kepada khalifah Mu’tashim yang isinya meminta khalifah Mu’tashim mengirimkan pembantu dekatnya yang mengusulkan pemberian hadiah yang murahan tersebut. Khalifah Mu’tashim tidak membalas surat Hulagu Khan dan tidak menanggapinya dengan serius. Ini menambah kegaraman Hulagu Khan terhadap khalifah Mu’tashim dan kaum muslimin.
Pada tanggal 2 Januari 1258 M Hulagu Khan mengirimkan passukan ke Baghdad di bawah pimpinan dua amirnya sebagai pasukan awal sebelum kedatangannya. Tiba ke daerah perbatasan kota Baghdad, di sini mereka dibantu oleh pasukan Mongol dari Asia Kecil. Dengan menggunakan kelompok-kelompok tawanan, bangsa Mongol itu segera mengepung kota dan segera menghujani dengan peluru-peluru batu, panah dan sebagainya. Pada tanggal 30 Januari serangan ditingkatkan dan beberapa hari kemudian pertahanan kota Baghdad hancur. Wazir Ibnu al-Alqami dengan ditemani oleh seorang Katolik Nestorian menawarkan untuk berunding, tetapi Hulagu tidak bersedia menerima mereka.
Pada tanggal 10 Pebruari 1258 M khalifah al-Mu’tashim bertemu dengan Hulagu Khan, ia diperintahkan untuk menginstruksikan seluruh penduduk kota Baghdad berkumpul bersama tentaranya di luar kota. Di sini mereka dibunuh tanpa mengenal belas kasihan dan tidak membedakan umur dan jenis kelamin. Pada 13 Pebruari 1258 M bangsa Mongol memasuki kota Baghdad dan membumihanguskannya. Menurut catatan, 800.000 ribu orang terbunuh termasuk khalifah sendiri yang meninggal di bawah telapak kaki kuda-kuda bangsa mongol itu. Akibatnya air ber-campur darah mengalir ke lorong-lorong kota. Untuk 500 tahun lamanya Baghdad telah dibangun sebagai suatu kota yang penuh dengan istana yang megah dan masjid yang agung, demikian pula rumah sakit yang tidak kalah dengan rumah sakit zaman modern. Semua itu lenyap dalam waktu yang sangat singkat.
Sementara itu, akibat pembunuhan massal, Baghdad tak ubahnya seperti timbunan mayat. Timbunan mayat itu kemudian diguyur hujan dari langit sehingga warnanya berubah dan mengeluarkan bau busuk ke seantero kota Baghdad. Akibatnya, timbul wabah penyakit yang menyebar ke mana-mana karena tiupan angin sampai ke negara Syam.


D. Pengaruh Penyerbuan dan Penaklukan Bangsa Mongol
Jatuhnya Kota Baghdad ke tangan Mongol bukan saja menandai berakhirnya khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan berupa buku-buku yang terdapat di perpustakaan-perpustakaan ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol. Semua aktifitas masjid, organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga ke-ilmuan berhenti dengan sendirinya akibat penyerbuan tersebut.
Penaklukan Baghdad sangat menyedihkan bagi umat Islam sedunia, sebab kehancuran politik Baghdad sama dengan hancurnya politik Islam kala itu, dan apalagi pengaruhnya di bidang lain sangatlah besar, yaitu psikis, pendidikan, ekonomi dan perkembangan kebudayaan Islam.
Namun, di samping dikejutkan oleh bencana yang dibawa bangsa Mongol, umat Islam yang dikalahkan ternyata mengagumi para pemimpin Mongol. Struktur politik mereka yang dikelola dengan baik mampu bertahan dalam jangka panjang dan sangat mempengaruhi kerajaan-kerajaan Muslim pada masa sesudahnya.

Download selengkapnya dalam file ms.word...
Read More
Published November 08, 2007 by with 1 comment

DINASTI IDRISIYAH DAN AGLABIYAH (Pembentukan, Kemajuan, dan Kemunduran)

DINASTI IDRISIYAH (788-922)
1. Sejarah Terbentuknya
Dinasti Idrisiyah merupakan dinasti pertama yang beraliran Syi’ah, terutama di daerah Magrib (Maroko) dan Afrika Utara. Sebelum Dinasti Idrisiyah berkuasa, daerah tersebut selalu didominasi oleh aliran Khawarij.
Nama Dinasti Idrisiyah adalah diambil dari nama pendirinya, Idris bin Abdullah bin al-Hasan, seorang pengikut golongan Syi’ah yang Alawiy, cucu al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib, didirikan pada tahun 172 H/789 M.
Seperti diketahui bahwa salah satu faktor yang mendukung berdirinya Dinasti Abbasiyah adalah keberhasilan mereka membentuk solidaritas (‘a¡abiyyah) dari berbagai kalangan yang merasakan diri senasib dalam ketertindasan melawan Dinasti Umaiyyah . Di antara kelompok yang bersekutu dengan bani Abbas dan membantu mereka untuk menumbangkan Dinasti Umaiyyah adalah kelompok Syi’ah dan Alawiyyun.
Namun pada perkembangan selanjutnya, Bani Abbas mengkhianati mereka, bahkan cenderung memusuhi mereka, utamanya ketika al-Hadi menduduki tahta kekhalifahan (785). Al-Hadi menganut politik yang bertolak belakang dengan bapaknya, al-Mansur, yang banyak memperhatikan dan menarik simpati golongan non Abbasiyah, utamanya dari kalangan Umaiyyah dan Syi’ah. Al-Hadi bahkan mengejar-ngejar, menangkapi dan memenjarakan para petinggi-petinggi Umaiyyah dan Syi’ah dengan tuduhan tidak loyal. Kondisi tersebut membuat kelompok-kelompok yang dulunya pro terhadap Bani Abbas kecewa dan menjadi kelompok oposisi, bahkan berusaha melakukan pemberontakan.
Idris telah ikut dalam pemberontakan yang dilakukan oleh kalangan Alawiyah dan Syi`ah terhadap Musa al-Hadi, khalifah Abbasiyah yang berkuasa pada saat itu. Dalam suatu pertempuran, kelompok Syi’ah yang dipimpin oleh saudara sepupu Idris, al-Husain bin Ali al-Hasan, dikalahkan oleh tentara Abbasiyah dan terbunuh di suatu tempat di dekat Mekah, pada tanggal 3 Zulhijjah 169 H/11 Juni 786 M.
Setelah peristiwa tersebut, Idris menghilang beberapa saat, dan pada akhirnya muncul di Mesir, kemudian dari sana berhasil melarikan diri ke Maroko. Di Maroko ia disambut oleh Ishaq bin Muhammad, pemimpin salah satu suku dari bangsa Barbar, yaitu suku Aurabah. Pada bulan Ramadan 172 H, atas kehendak Ishaq, Idris dipilih menjadi pemimpin suku Aurabah, kemudian diikuti oleh kabilah-kabilah lain yang menghuni kawasan yang sekarang dikenal dengan Marakisy.
Nampaknya kesediaan kalangan Barbar menerima Idris bin Abdullah – yang beraliran Syi’ah (Alawiyah) – adalah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor politik dibanding faktor agama (aliran), karena terbukti bahwa suku-suku tersebut dulunya adalah penganut aliran Khawarij. Akan tetapi karena kondisi intern Barbar terjadi perpecahan, artinya tidak ada orang yang berhasil mempersatukan mereka. Masing-masing suku ingin tampil sebagai pemimpin, sehingga mereka menerimanya sebagai pemersatu.
Selain faktor tersebut, yang sangat menentukan adalah kemampuan Idris meyakinkan orang-orang Barbar bahwa dirinya merupakan keturunan Ali bin Abu Thalib.
Setelah terpilih jadi pemimpin bangsa Barbar, Idris kemudian melakukan penyerangan terahadap kabilah-kabilah Yahudi, Nasrani, dan paganisme yang mendiami daerah Tamisna, dan berhasil mengalahkan kabilah-kabilah tersebut dengan mudah. Kemudian sekitar tahun 173 atau 174 H (789 atau 790 M) dia melakukan invasi ke arah timur, dimana berhasil menundukkan kota Tilmisan (Agadir) yang pada saat itu dipimpin oleh Muhammad bin Khayir. Idris kemudian menetap beberapa waktu di Tilmisan, dan pada bulan Safar 174 H, ia membangun sebuah masjid, dimana mimbar masjid tersebut yang di atasnya terukir namanya masih ada hingga zaman Ibn Khaldun.
Namun ketika ia kembali ke ibu kota, Walily (Volubilis), ia diracuni oleh seorang yang bernama Sulaiman al-Syammakh. Konon peristiwa itu atas perintah Khalifah Harun al-Rasyid, pada awal Rabi‘ al-¤±niy 177 H/16 Juli 793 M.
Dengan berdirinya Dinasti Idrisiyah di Afrika Utara, maka pusat kekuasaan Islam telah terbagi kepada tiga kawasan: 1. Bani Umaiyyah di Spanyol, 2. Syi’ah di Magrib (Maroko), dan 3. Abbasiyah di daerah sisanya di Timur Tengah.
2. Masa Kemajuannya
Kurang lebih satu setengah abad Dinasti Idrisiyah berkuasa di Maroko, dan telah dipimpin oleh sembilan orang raja, yaitu Idris I (788-793), Idris II (793-828), Muhammad al-Muntasir (828-836), Ali I (836-849), Yahya I, Yahya II, Ali II, dan Yahya III (849-904), Yahya IV (904-922).
Masa kemajuan Dinasti Idrisiyah mulai tercapai pada masa pemerintahan Idris I dan Idris II. Keberhasilan yang dicapai pada masa itu adalah penyebaran Islam ke seluruh masyarakat dengan mudah. Di samping itu, pertahanan dan keamanan cukup kuat, terbukti adanya Idris dan pasukannya dapat menahan pasukan Romawi dan mempertahankan wilayahnya.
Setelah Idris II meninggal pada tahun 828, ia meninggalkan pemerintahan yang stabil dan telah menguasai sebagian besar muslim Barbar. Tiga raja berikutnya, Muhammad, Ali I, dan Yahya I adalah penguasa-penguasa yang kuat, yang lebih memapankan pemerintahan Idrisiyah. Sepanjang pemerintahan Yahya I, Fez telah mencapai puncak kemakmurannya dengan menjadi salah satu pusat perdagangan yang menghubungkan antara Afrika dan Eropa. Selama pemerintahan Yahya yang damai, banyak imigran dari Andalusia dan daerah Afrika lainnya berdatangan ke Fez. Kota ini lalu berkembang dengan pesat, baik dari segi penduduk maupun pembangunan gedung-gedungnya. Di antara gedung yang dibangun pada masa itu ialah dua masjid, Qarawiyyin dan Andalusia, yang didirikan pada tahun 859 M. Kota Fez kemudian dianggap sebagai kota suci, tempat tinggal kaum syorfah (kaum syurafa’ atau orang-orang mulia) keturunan istimewa Nabi.
Ira M. Lapidus mengatakan, bahwa meskipun wilayah pemerintahannya relatif kecil, Dinasti Idrisiyah merupakan negara Maroko-Islam yang pertama, dan merupakan pusat perjuangan Islam yang aktif.
Yahya I bin Muhammad meninggal pada tahun 863 M, ia kemudian digantikan oleh putranya, Yahya II, yang pemerintahannya kurang sukses. Pada masanya mulai terjadi disintegrasi dengan terjadinya pemberontakan dari bangsa Barbar yang memaksanya untuk lari bersembunyi. Dari sinilah awal kemunduran Dinasti Idrisiyah.
Kemajuan yang pernah dicapai oleh Dinasti Idrisiyah dapat mengangkat citra umat Islam pada umumnya, dan Afrika khususnya, dan telah memperlihatkan bahwa manajemen pemerintahan sangat penting untuk mengatur negara dan wilayah kekuasaan. Hal itulah yang dilakukan oleh Idris I sampai pada Yahya I, sehingga kemajuan itu dapat dicapai.
Namun setelah itu, saat kepemimpinan beralih, maka kondisinya berbeda akibat tipe pemimpin berikutnya tidak belajar dari sejarah pendahulunya, sehingga dalam sejarah dicatat bahwa setelah Yahya I, Dinasti Idrisiyah mengalami kemunduran.
3. Kemundurannya
Salah satu penyebab kemunduran Dinasti Idrisiyah adalah karena kelemahan pemerintahnya yang tidak dapat dipungkiri. Kelemahan itu kelihatan pada ketidakmampuan mengontrol daerah-daerah pedalaman dan pesisir. Akibat dari kelemahan itu, Dinasti Idrisiyah sama sekali tidak mampu, baik secara geografis maupun ideologis untuk memperlebar wilayah perbatasan yang telah dirintis dan dikoordinasi oleh Idris I.
Seperti telah dijelaskan, bahwa Yahya II tidak mampu melanjutkan kesuksesan para pendahulunya. Pemberontak Barbar telah memaksanya untuk melarikan diri ke Andalusia sampai akhir hayatnya. Setelah kematian Yahya II, keadaan pemerintahan cenderung anarki dengan terjadinya perebutan kekuasaan antara anak cucu Idris. Kondisi chaos ini diperparah dengan terjadinya pemberontakan kaum Khawarij melawan pemerintahan Idrisiyah yang Syi’ah. Perdagangan menjadi berkurang, kemakmuran mengalami decline, kemelaratan merajalela di mana-mana. Selanjutnya, pada tahun 881 sebuah gempa bumi yang dahsyat melanda negara, menghancurkan bangunan-bangunan dan mengubur banyak penduduk di bawah puing-puing bangunan, sementara itu ketakutan dan penyakit melanda desa-desa. Saat itu sungguh menjadi era miring bagi pemerintahan Dinasti Idrisiyah, yang mana kondisi politik sangat membingungkan, sehingga para sejarahwan pun sulit menentukan tahun yang pasti pada pemerintahan Idrisiyah antara Yahya I dan Yahya IV.
Pada tahun 904, Yahya IV memproklamirkan diri sebagai raja dan imam yang secara berangsur-angsur memulihkan kekuasaan (rezim) Idrisiyah. Selama masa pemerintahannya, keadaan relatif stabil dan keamanan berhasil dipulihkan di Afrika Utara, perdagangan kembali maju dan kemakmuran mulai tumbuh kembali di Fez. Namun demikian kemakmuran tersebut hanya berlangsung singkat, dengan kemunculan Dinasti Fatimiyah, gerakan Syi’ah (keturunan Ali) yang lain, di pusat Afrika Utara, di bawah pimpinan Ubaydillah al-Mahdi. Pada tahun 919, hanya lima belas tahun setelah pelantikannya sebagai pemimpin rezim Idrisiyah, Yahya IV harus berperang melawan tetangganya, Dinasti Fatimiyah. Menyadari posisinya yang lemah, Yahya IV memilih untuk mengadakan perundingan damai dengan Fatimiyah, yang telah menyetujui dirinya untuk melanjutkan pemerintahannya di Fez, tapi dengan catatan harus membayar upeti kepada khalifah Fatimiyah. Pada tahun 922, tiba-tiba Fatimiyah memutuskan untuk memecat Yahya IV dan memasukkan wilayah Magrib kedalam kekuasaannya, yang mengakhiri masa kekuasaan Dinasti Idrisiyah yang telah memerintah di Afrika Utara selama sekitar seratus empat puluh tahun.
Juga di antara faktor yang membawa kepada surutnya kekuasaan Dinasti Idrisiyah adalah setelah Khalifah Harun al-Rasyid mengangkat Ibrahim bin Aglab (800-811) – pendiri bani Taglib (Dinasti Aglabiyah) – sebagai gubernur Afrika Utara yang beraliran Sunni. Ibrahim bin Aglab sengaja diangkat oleh Khalifah Harun al-Rasyid untuk membendung bahaya Dinasti Idrisiyah dan kaum Khawarij, dan selanjutnya akan dibahas pada bab berikutnya.

DINASTI AGLABIYAH (BANI TAGLIB) (800-909)
1. Sejarah Terbentuknya
Dinasti Aglabiyah didirikan oleh Ibrahim bin Aglab yang diberi otonomi wilayah di Ifriqiyyah (yang sekarang disebut Tunisia dan propinsi Tripoli – Libiya), oleh Khalifah Harun al-Rasyid. Tujuan didirikannya ialah antara lain untuk meredam meluasnya kekuasaan Rustamiyah yang Khawarij agar tidak meluas ke Timur. Karena jauhnya wilayah Aglab dari pusat Abbasiyah, maka kekuatannya betambah besar sehingga tidak terkontrol lagi oleh pusat. Para penguasanya adalah keturunan al-Aglab atau bani Taglib, seorang Khurasan yang menjadi perwira dalam tentara Dinasti Abbasiyah.
Ketika Bagdad diperintah oleh Khalifah Harun al-Rasyid, di bagian barat Afrika Utara terdapat dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya. Pertama, dari Dinasti Idrisiyah yang beraliran Syi’ah, dan kedua dari golongan Khawarij. Adanya kedua ancaman tersebut telah mendorong al-Rasyid menempatkan balatentaranya di Ifriqiyah di bawah pimpinan Ibrahim bin al-Aglab.
Wilson menyebutkan, bahwa ketika Idris II dari Maroko masih kecil dan didukung oleh bangsa Barbar, Khalifah Harun al-Rasyid memerintahkan untuk mengangkat seorang perwira ulung, Ibrahim bin Aglab, sebagai gubernur di Afrika Utara, dan memberikan kepadanya kebebasan dalam mengambil tindakan terhadap setiap pemberontakan Barbar yang berkobar. Konon, al-Aglab menyetujui perintah Khalifah al-Rasyid hanya setelah khalifah memberikan jaminan hak hereditary (warisan kekuasaan pada keturunannya) terhadap Afrika Utara. Demikian, dengan dukungan kuasa otonomi yang diberikan kepadanya, Ibrahim al-Aglab berangkat ke Qayrawan untuk membangun dinasti baru, Dinasti Aglabiyah, dan menjadikan Tunis sebagai pusat pemerintahannya.
Selama masa kekuasaannya, Dinasti Aglabiyah telah diperintah oleh sebelas raja, sebagai berikut:
1. Ibrahim I 800 – 811
2. Abdullah I 811 – 816
3. Ziyadatullah I 816 – 837
4. Abu Iqal 837 – 840
5. Muhammad I 840 – 856
6. Ahmad 856 – 863
7. Ziyadatullah II 863 – 864
8. Muhammad II 864 – 874
9. Ibrahim II 874 – 902
10. Abdullah II 902 – 903
11. Ziyadatullah III 903 – 909
2. Masa Perkembangan dan Kemajuannya
Meskipun tujuan utama pengangkatan Ibrahim al-Aglab di Afrika Utara adalah untuk memadamkan pemberontakan Dinasti Idrisiyah di Maroko, namun pada kenyataannya, baik Ibrahim I sendiri maupun anak cucunya tidak seorang pun di antara mereka yang sempat berkonfrontasi langsung dengan kubu Idrisiyah di bagian barat. Karena baru saja Ibrahim I menginjakkan kakinya di Qayrawan, tiba-tiba meletus pemberontakan pendudk Tripoli (Libiya) terhadap gubernur mereka. Pada tahun 804 Ibrahim berangkat untuk memadamkan pemberontakan orang-orang Libiya tersebut. Dan tidak lama berselang, timbul lagi kekacauan baru dengan meletusnya pemberontakan bangsa Barbar secara meluas di berbagai daerah di Afrika Utara. Kekuatan Ibrahim I terpaksa lebih banyak dipusatkan untuk menumpas mereka, dan tidak sempat mencoba menggulingkan pemerintahan Idrisiyah. Pada akhirnya, hanya beberapa waktu sebelum dia wafat, Ibrahim I berhasil membuat Tripoli dan sebagian besar masyarakat Barbar untuk tunduk di bawah kontrolnya. Pada tahun 811, ketika ia berada di puncak kekuatan dan prestasinya, ia wafat setelah berkuasa hanya sebelas tahun.
Ia kemudian digantikan oleh putranya, Abdullah I (811-816), namun Abdullah tidaklah sekuat dan seadil bapaknya. Dia telah mengambil tindakan keras dalam pengumpulan pajak, tidak mengindahkan nasehat para penasehat hukumnya dan para ulama. Dia kemudian terbunuh secara misterius setelah hanya memerintah selama lima tahun.
Ziyadatullah I (816-837) mewarisi saudaranya, Abdullah I, sebagai penguasa Afrika Utara. Dia orangnya lebih cenderung memperhatikan nasehat para penasehatnya sebagaimana leluhurnya, dan karakteristik pemerintahannya relatif lebih stabil. Pada tahun 825 sebuah pemberontakan terjadi dipelopori oleh Mansur yang berhasil menghimpun beberapa pengikut dan mengancam Qayrawan. Namun, pada tahun berikutnya Ziyadatullah I berhasil mengalahkan Mansur, yang kemudian meninggal tidak lama setelah di penjara.
Kemakmuran yang dicapai oleh rakyat di bawah pemerintahan Ziyadatullah I, ditambah dengan tidak adanya perbedaan antara orang-orang Arab dan orang-orang Barbar, telah mendorong mereka untuk mencari tanah baru. Faktor ini turut membangkitkan semangat Bani Aglab untuk menduduki Sicilia dan sebagian besar Italia Selatan selama abad ke-9.
Pada tahun 827 Ziyadatullah menyerang Sicilia, di mana dia berhasil melumpuhkan pasukan Bizantium di awal 828 di Syracuse, dan selanjutnya tahun 830 di Palermo. Meskipun dengan berbagai kemenangan yang diraihnya di kota-kota tersebut, namun Aglabiyah tidak mampu mempertahankan jalur suplai mereka dengan Qayrawan, dan secara berangsur-angsur dengan terpaksa mereka melepaskan pendudukan mereka atas kota-kota tersebut.
Penaklukan dan pendudukan Aglabiyah terhadap Sicilia telah membentuk suatu pusat penting bagi penyebaran peradaban Islam ke Eropa-Kristen. Bahkan renaisans di Italia terjadi karena transmisi ilmu pengetahuan melalui pulau ini. Para penguasa Dinasti Aglabiyah juga merupakan pembangun-pembangun yang antusias. Misalnya Ziyadatullah I membangun kembali Masjid Raya Qayrawan dan Ahmad membangun Masjid Raya Tunis. Di samping itu, berbagai pekerjaan di bidang pertanian dan irigasi juga dilakukan, terutama di daerah-daerah selatan yang kurang subur.
Setelah Ziyadatullah I wafat pada tahun 837, lima penguasa Aglabiyah berikutnya secara berturut-turut berganti dengan cepat. Perselisihan internal dan pemberontakan lokal terus terjadi sampai pada masa Ibrahim I yang memangku jabatan pada tahun 874. Dia punya karakter yang lebih tegas dan murah hati, meluangkan banyak waktunya untuk mendengarkan keluhan-keluhan rakyatnya dan berusaha meringankan penderitaan mereka. Dia dengan murah hati memberikan sumbangan-sumbangan dan bantuan finansial yang tidak terikat kepada yang memerlukan. Oleh karena itu, masyarakat umum senantiasa berlomba-lomba memberi dukungan kepadanya selama dalam masa kritis.
Sepanjang pemerintahan Ibrahim II, seorang putra Ibn Tulun dari Mesir yang bernama al-Abbas berusaha mengambil alih kekuasaan bapaknya dan membangun kerajaan untuk dirinya sendiri di Afrika Utara. Konon, al-Abbas telah mengirim pesan kepada Ibrahim II pada tahun 880, memberitahukan kepada Ibrahim bahwa dirinya telah ditunjuk sebagai gubernur di Afrika Utara dan meminta Ibrahim II untuk mengosongkan posisinya dengan cepat. Setelah mendengar pesan tersebut, Ibrahim II mengirim pasukan untuk melawan al-Abbas ibn Tulun, di mana dalam waktu yang sama al-Abbas juga telah maju mendekati Qayrawan. Dalam pertempuran tersebut, al-Abbas berhasil dikalahkannya dan dipaksa untuk mundur ke Barqa. Kemenangan Aglabiyah ini semakin memperkokoh wibawa Ibrahim II di mata rakyatnya, dan terus memerintah Qayrawan sampai pada tahun 902.
3. Masa Kemunduran Dinasti Aglabiyah
Posisi Dinasti Aglabiyah di Ifriqiyah semakin menurun di akhir abad ke-9, disusul dengan semakin menguatnya propaganda Syi’af Fatimiyah.
Ibrahim II lalu digantikan oleh putranya, Abdullah II, yang telah dikhianati oleh para pembantunya sendiri setelah hanya memerintah selama enam bulan. Abdullah II kemudian digantikan oleh Ziyadatullah III, penguasa terakhir Dinasti Aglabiyah, untuk memerintah Qayrawan. Sepanjang masa pemerintahannya, Dinasti Fatimiyah telah memulai propagandanya, yang mana pengaruhnya telah meluas ke mana-mana meliputi semua penduduk di Afrika Utara. Memasuki tahun 904, Abu Abdullah, seorang pelopor pergerakan Dinasti Fatimiyah di Afrika, berhasil menghimpun pengikut dalam jumlah besar – yang cukup untuk merebut sebagian besar kota-kota yang berada di bawah kekuasaan Aglabiyah. Berawal dari sini, dia terus maju ke arah Qayrawan pada tahun 909, dan memaksa Ziyadatullah III untuk melarikan diri dari kota.
Tidak lama setelah pendudukan Qayrawan, pemimpin gerakan Fatimiyah, Ubaydullah al-Mahdi, tiba di ibu kota dan memproklamirkan awal berdirinya Kekhalifahan Syi’ah, yang juga menandakan akhir keruntuhan dari Dinasti Aglabiyah.
Sejak itu, Ifriqiyah dikuasai oleh orang-orang Syi’ah yang pada masa selanjutnya membentuk Dinasti Fatimiyah.

Download makalah lengkapnya...
Read More
Published November 05, 2007 by with 0 comment

DINASTI IBNU THULUN (Pembentukan, Kemajuan, dan Kemunduran)

DINASTI THULUNIYAH
1. Riwayat singkat Thuluniyah
Thuluniyah adalah sebuah dinasti yang muncul dan berkuasa di Mesir pada abad ke-9 (3 H), yakni dari 868 M (254 H) sampai 905 M (292 H). Sejak 877 M (263 H) dinasti ini melepaskan dirinya dari khilafah Bani Abbas dan dengan demikian Mesir pertama kalinya setelah berlalu masa sembilan abad, menjadi negara merdeka (tidak menjadi profinsi atau bagian dari imperium Romawi (30 SM-642 M/21 H), khilafah Khulafa al-Rasyidin (642 M/21 H- 665 M/40 H), khilafah Bani Umayyah (665 M/40 H-750 M/132 H), dan khilafah Bani Abbas (750/132 H), sampai dinasti Thuluniyah melepaskan diri dari khilafah Bini Abbas pada 877 M/263 H.

2. Pembentukan dinasti Ibnu Thulun
Pembentuk/pendiri dinasti Thuluniyah adalah Ahmad bin Thulun, seorang berdarah Turki. Ayahnya dikirim bersama dengan pemuda-pemuda yang lain oleh gubernur Bukhara di Transoxsiana sebagai hadiah untuk khalifah Abbasiyah, al-Ma’mun dan dia menjadi orang terkemuka di istana. Anaknya, Ahmad, gubernur Mesir yang akan datang, diajari bahasa Arab, Alquran dan hukum Islam secara mendalam. Dia mengunjungi perbatasa profinsi Tarsus beberapa kali untuk belajar di bawah seorang sarjana special hingga dia sendiri menjadi ahli dalam studi Islam, juga melebih dalam seni militer yang diajarkan kepada anak-anak muda Turki pada masa itu. Pada mulanya ia dikiraim dari Baghdad ke Mesir pad 686 M (254 H) untuk menjadi wakil gubernur Mesir. Pada 873 M (259 H) ia melepaskan diri dari khilafah Bani Abbas , dan menaklukkan Damaskus, Homs, Homat, Aleppo, dan Antiokia (semuanya di Syam dan Syiria). Dengan demikian ia bukan saja membuat Mesir merdeka (berdiri sendiri) tetapi bahkan berkuasa atas tanah Syam, suatu keadaan yang tidak pernah terjadi setelah setelah Mesir ditaklukan Persia pada 340 SM. Untuk memudahkan usaha kontrol atas tanah Syam ia membangun armada laut yang kuat dan pangkalan angkatan laut di Akka (Syam).
Sejak melepaskan diri dari Bani Abbas, Ahmad bin Thulun tidak pernah lagi mengirim sepeser uang cukai negeri Mesir ke Baghdad. Kekayaan Mesir dimanfaatkan untuk Mesir sendiri. ia bangun kota Qota’i di sebelah utara Fustat, sebagai ibukota baru, meniru model kota Samarra yang berada di utara Baghdad . Ia bangun rumah sakit besar. Rimah sakit yang pertama muncul di Mesir dan ia bangun Mesjid Agung yang dikenal dengan nama Jami’ Ibnu Thulun yang pada bagian dalamnya terukir lebih kurang sepertujuh belas dari seluruh ayat-ayat Alquran dengan huruf Arab Kufi. Banyak bangunan-bangunan megah ia dirikan untuk menambah semaraknya kota yang menjadi tandingan bagi kota Samarra itu.
3. Kemajuan Dinasti Thuluniyah
Perhatian Ahmad bin Thulun kepada bidang perekonomian cukup besar. Tempat ukuran air sungai Nil (nilometer) di pulau Raudah diperbaiki, bendungan dan seluruh irigasi ditambah, sehingga areal pertanian menjadilebih luas, dan kegiatan industri mendapat motivasi kuat darinya. Di masa itu terdapat industri senjata, sabun, gula, kain, dan lain-lain. Jembatan, terusan, dan armada perhubungan darat, sungai, dan laut diperbesar demi ramai dan lancarnya lalu lintas perdagangan dalam seluruh wilayah yang dikuasainya. Pada mesjid agung itu disediakan dokter-dokter khusus setiap hari jum’at untuk mengobati orang-orang sakit dengan cuma-cuma. Begitupun ia membangun sekian banyak mustasyfa yakni rumah sakit umum untuk menampung para pasien dari segala agama dan aliran dan memperoleh perawatan dengan cuma-cuma sampai sehat. Pendeknya, Ahmad ibn Thulun setelah melalui kerja keras berhasil mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pada 904 M (270 H) ia wafat dengan meninggalkan nama yang harum sebagai seorang hafiz, negarawan pemberani, pemurah serta dekat dengan ulama dan rakyat.
Selanjutnya dinasti Thuluniyah dipimpin oleh putranya, Khumarawaih yang baru berusia 20 tahun. Segera amir yang baru ini mendapat tantangan berat. Damaskus diserang oleh pasukan gabungan (terdiri dari pasukan al-Muwaffiq, saudara khalifah Baghdad, pasukan Ibnu Kindag, gubernur Mosul dan pasukan Muhammad bin Abi Sibag, gubernur Armenia). Amir Khumarawaih maju memimpin sendiri pasukannya untuk merebut kembali Damaskus pada 907 M (273 H), dan berhasil memaksa al-Muwaffiq dan khalifah Mu’tamid untuk mengakui kedaulatan dinasti Thuluniyah di Mesir dan Syam. Kekuasaan Khumarawaih semakin mantap dan luas setelah musuh-musuh utamanya meninggal (al-Muwaffiq dan Ibnu Kindag pada 912 m (278 H) dan khalifah Mu’tamid pada tahun berikutnya).
Dengan kekayaan yang melimpah, Khumarawaih mendirikan lagi gedung-gedung megah dan taman-taman yang indah. Ia gunakan uang antara lain 900.000 dinar pertahun untuk pembiayaan pasukan dan 23.000 dinar perbulan untuk menyediakan makanan gratis bagi para fakir dan orang-orang lemah melalui dapur-dapur umum. Dalam istananya yang megah terdapat Golden Hall, aula dengan dinding yang berlapis emas dan dihiasi dengan gambar para istrinya dan gambar para penyanyi istana. Istananya terletak di tengah taman yang penuh dengan aneka bunga yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk ungkapan-ungkapan berbahasa Arab. Sebuah kolam renang berlapis perak di halaman istana, kebun binatang dan istana burung ikut melengkapi semaraknya istana dinasti Thuluniyah.
4. Kemunduran dinasti Thuluniyah
kematian Khumarawaih pada tahun 895 M (282 H) merupakan awal kemunduran dinasti itu. Persaingan yang hebat antara unsur-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga, Abu al-Asakir bin Khumarawaih dilawan oleh sebagian pasukannya dan dapat disingkirkan (896 M/283 H). Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun bin Khumarawaih diangkat sebagai Amir yang keempat. Akan tetapi, kelemahan sudah sedemikian rupa sehingga wilayah Syam dapat direbut oleh pasukan Qaramitah. Amirnya yang kelima, Syaiban bin Ahmad bin Thulun, hanya 12 hari saja memerintah, karena ia menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesir pada tahun 905 M (292 H), dan dengan demikian berakhirlah riwayat dinasti Thuluniah.
DINASTI IKHSYIDI
1. Pembentukan dinasti Ikhsyidi
Ikhsyidiyah adalah dinasti kedua yang muncul di Mesir dan berhasil melepaskan diri dari kekuasaan khalifah Bani Abbas (yang pertama adalah dinasti Thuluniyah). Dinasti Ikhsyidiyah ini berdiri dari tahun 935 M (323 H) sampai 969 M (358 H), dan mempunyai lima orang amir, yaitu;
1. Muhammad bin Tugj al-Ikhsyidi (935-946 M / 323 -334 H)
2. Abu al-Qasim Unughur bin Muhammad (946-960 M / 334-349 H)
3. Abu al-hasan Ali bin Muhammad (960-966 M / 349-355 H0
4. Kafur (966-968 M / 355-357 H)
5. Abu al-Fawaris Ahmad bin Ali (968-969 M / 357-358 H)
Pendiri dinasti ini Muhammad bin Tugj adalah seorang yang berdarah Turki dari Fargana. Pada mulanya ia menjadi bawahan gubernur Mesir, Ibnu Bistam (sampai 910 M / 297 H), kemudian Abi al-Qasim Ali; dan ikut bertempur di bawah komando Tiskim melawan pasukan Fatimiyah yang menyerbu berulang-ulang ke Mesir. Banyak prestasi gemilang yang dapat diperbuat Muhammad bin Tugj sehingga pantas ia sejak 935 M (323 H) menjadi penguasa tertingg (gubernur/amir) atas wilaya Mesir, Syam, dan Hejaz. Pada tahun 939 M (327 H) ia digelari “al-Ikhsyidi” (gelar raja-raja Farghana dulunya) oleh khalifah Bani Abbas, Radi. Dia kemudian turut andil dalam menagkis serbuan Fatimiyah di Nesir dan ia diangkat sebagai gubernur Iskandariah sehingga ia dipercaya dengan kegubernuran Mesir pada tahun 323 H / 934 M, sebagai hadiah untuk kemenangannya terhadap Fatimiyah di Afrika Utara. Pada tahun 324 H, khalifah Abbasiyah menganugerahkan gelar “al-ikhsyid” kepadanya yang disisipkan dalam khutbah jum’at dan ditulis dalam mata uang.
2. Kemajuan dinasti Ikhsyidiyah
Selama pemerintahan Ikhsyidi Mesir sangat kuat, kesentosaan dan ketertiban seluruhnya ditegakkan di bawah pasukan perang al-Ikhsyidi sejumlah 400.000 orang, 8000 orang dijadikan pasukan pengawalnya. Pembayaran dan hadiah (gaji) mereka dibekali secara teratur dari sumber kekayaan yang berlimpah-limpah.
Dia memberi beberapa sistem irigasi dan memberi gambaran tentang peta-peta banjir sungai Nil pada tanggal 14 November, dan konklusi / kesimpulan mereka di delta sungai Nil pada bulan Januari. Beberapa ahli sejarah juga menerangkan bahwa Ikhsyid memberi izin kepada rakyat untuk menggali harta kekayaan terpendam dari apa yang mereka katakan, mereka sudah mendapatkan petunjuk tentang barang yang mereka inginkan dalam manuskrip kuno tetapi mereka hanya menemukan gua-gua dari ruang bawah tanah, penuh dengan patung terbuat dari tulang dan debu yang disebut dengan mummi. Tampaknya yang dapat dibangun oleh dinasti Ikhsyidiyah di Mesir adalah istana baru di pulau Raudah, yang terkenal dengan “al-Mukhtar”. Selain itu dibangun juga “Taman Kafur” dan “Medan Ikhsyidiyah.” Ikhsyid meninggal dunia pada tahun 334 H / 946 M dan digantikan oleh anak tertuanya Anujur.
Dia memadamkan kerusakan dengan suatu kebijaksanaan, di mana kebijaksanaan itu dihormati dengan penuh konsiderasi oleh seluruh pegawai-pegawai resmi umum. Segera setelah itu berita tiba bahwa Hamdaniyah, Sayf al-Dawlah sudah menduduki Damaskus dan sedang berjalan menuju Raudah. Kafur berhasil mengecek perkembangan Sayf al-Dawlah. Hal ini menambah reputasinya dan walupun dia tidak memegang kekuasaan konstitusional, dia mampu mengauasai seluruh masalah di negaranya. Dia diakui dengan gelar “Uztadz” (tutor) dan sebagian besar penduduk yang dipengaruhinya. Dengan gelar ini namanya disebutkan di dalam khutbah jum’at dan dia berhasil dalam membujuk pimpinan pegawai-pegawai dengan mengusahakan mereka bantuan-bantuan yang berwujud.
Karena Anujur tumbuh lebih tua atau dewasa, sekalipun demikian, permusuhan timbul antara Kafur dan dia sendiri. Setiap hari keduamya didukung oleh golongannya dan setiap orang menjaganya melawan yang lain. Permusuhan mereka tumbuh lebih sengit dan pasukan perang pecah menjadi dua golongan yaitu;
1. Golongan Kufuriyah yaitu Mamluk (hamba-hambanya) Kafur yang sudah diangkat olehnya di tempat kekuasaan yang tertinggi.
2. Golongan Ikhsyidiyah yaitu hamba-hamba (Mamluk) dan pengikut keluarga Ikhsyidiyah. Pada tahun 349 H / 960 M Anujur meninggal dunia, mayatnya dibawa ke Jerusalem dan dikubur dekat makam ayahnya. Kafur sekarang sudah cukup kuat untuk mengontro pengangkatan seorang pengganti dan putra Ikhsyidiyah kedua, Ali menggantikannya dengan uang pensiun tahunan sebesar 400.000 dinar. Seluruh administrasi Mesir dan Syiria ditahan di bawah kekuasaan Kafur.
Gubernur baru walaupun berusia 23 tahun, dijaga di istananya dan tidak diizinkan untuk menemui seorangpun. Perasaan saling memusuhi sama berlangsung sampai gubernur meninggal pada tahun 355 H / 966 M. Untuk beberapa waktu Mesir tinggal tanpa pemerintahan yang tetap / teratur, seluruh kekuasaan terserah kepada Kafur, yang ketika ia dinasehati untuk memproklamirkan anak Ali, menjawab bahwa anak yang masih sangat muda tidak cocok untuk menguasai pemerintahan.
3. Kemunduran dinasti Ikhsyidiyah
Pada tanggal 4 Muharram 355 H, kira-kira satu bulan setelah Ali meninggal dunia. Kafur memperlihatkan mantel panjang kehormatan dikirim dari Baghdad dan Chapter / piagam mengangkatnya sebagai gubernur dengan gelar “Uztadz”. Pada tanggal 10 Shafar di tahun yang sama dia mulai memakai mantel kehormatan di depan umum.
Selama periode ini Mesir menderita / menahan kesengsaraan yang sangat dalam. Mesir buruk (bencana) yang paling dahsyat ialah bahwa sungai Nil sangat rendah dan kekurangan air dan penyakit pes menyebabkan kematian beribu-ribu penduduk. Ialah suatu kemungkinan yang sangat kecil untuk mengubur mereka dan mayat-mayat mereka harus dibuang ke sungai Nil. Sebagian keperluan-keperluan untuk kehidupan tidak bisa dipertahankan, jagung sangat sulit untuk di dapatkan dan pertanian-pertanian dirampas.
Untuk menambah duka cita negeri ini, Kafur sudah tidak bisa untuk menghalangi-halanginya Qarmatians yang mengadakan penyerangan ke Syiria pada tahun 352 H / 963 M, penangkapan atau perampasan terhadap kafilah haji orang-orang Mesir dalam perjalanan mereka menuju Makkah pada tahun 355 H / 965-966 M, dia juga tidak bisa mempertahankan negara dari orang-orang Nubia yang merampas daerah-daerah di wilayah selatan. Lebih lagi pembayaran terhadap pasukan pengawal Kafur diturunkan tunjangan-tunjangan / hadiah biasa mereka dalam tunggakan. Dan mereka penyebab terjadinya pemberontakan.
Keadaan atau kondisi Mesir yang semacam inilah menyebabkan kematian Kafur pada tahun 358 M. Saudara Ikhsyid bertanggung jawab atas kekuasaan yang agung. Pemerintah / kekuasan Ikhsyidiyah atau paling tidak kekuasaan nominal mereka berlangsung selama lima bulan tidak beraturan dan negara tidak bisa mempersembahkan pertahanan yang efektif terhadap serangan yang dilancarkan oleh khalifah Fatimiyah di Afrika Utara.

Makalah di atas belum lengkap, silahkan download lengkapnya...
Read More
Published November 03, 2007 by with 0 comment

PEMBAHASAN DINASTI GHAZNAWIH (Sejarah Pembentukan, Kemajuan, dan Kemunduran)

A. Sejarah Pembentukan Dinasti Ghaznawih
Cikal bakal eksistensi dinasti Ghaznawih didirikan pada tahun 351 H / 962 M oleh Alpatikin, seorang budak belia berbangsa Turki yang dibeli oleh Amir Abd al-Malik bin Nuh (342-350 H / 954-961 M), salah seorang penguasa dinasti Samaniyah. Oleh Abd al-Malik bin Nuh mengangkatnya sebagai anggota pengawal istana dinasti Samaniyah. Karena keberanian dan jasa-jasanya yang banyak Alpatikin diangkat sebagai kepala pengawal dan selanjutnya diangkat sebagai gubernur di Khurasan pada tahun 961 M, salah satu daerah di bawah kekuasaan dinasti Samaniyah.
Setelah satu tahun menjabat sebagai gubernur, Alpatakin bersama tentaranya bergerak menuju Ghazna untuk dikuasainya dan akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan, dan berhasil menguasai wilayah tersebut dari penguasa aslinya yang bernama Padshah, sekutu dari Hindu Shashis, Kabul. Ghazna adalah sebuah kota kecil yang terletak di sebelah selatan kota Kabul, Afghanistan. Alasan Alpatakin untuk menguasai kota tersebut sebagai sasaran awal penaklukan adalah karena letak geografis wilayah tersebut yang cukup strategis sebagai pusat perdagangan dengan India, sehingga akan menguntungkan pemerintahan baik dari segi ekonomi, politik, maupun keperluan militer.
Alpatakin meninggal pada tahun 963 M, kemudian kekuasaan dinasti Ghaznawih digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Ishak bin Alpatakin di kota Ghazna tersebut. Abu Ishak berkuasa selama 13 tahun. Baik pada masa Alpatakin maupun pada masa Abu Ishak bin Alpatakin dinasti itu belum mengalami kemajuan yang berarti. Setelah Abu Ishak meninggal pada tahun 976 M, kekuasaan pemerintahan digantikan oleh menantunya yang bernama Sabaktikin (977-997 M), (juga bekas budak berbangsa Turki) yang memegang kendali kekuasaan di Ghazna sebagai penerus Abu Ishak. Sabaktikin memprakarsai penguasaan jalan-jalan lalu lintas ke India.
Sabaktikin inilah yang dianggap sebagai pendiri dinasti Ghaznawih, sebagai pemimpin yang handal dan berpengaruh, serta telah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan dinasti Ghaznawih selanjutnya. Namum ia masih menganggap dirinya sebagai gubernur bawahan dinasti Samaniyah. Dengan demikian ia masih mengakui hak Dipertuan dinasti Samaniyah tersebut. Hal ini terlihat pada mata uang yang dikeluarkannya atas nama Nuh bin Mansur dan namanya sendiri.
Pada tahun 997 M, Sabaktikin meninggal dan digantikan oleh putranya yang bernama Ismail bin Sabaktikin. Ia memerintah hanya sekitar 7 bulan, karena kurang cakap dalam mengendalikan pemerintahan, akhirnya kekuasaan pemerintahan diambil alih oleh saudaranya yang bernama Mahmud bin sabaktikin yang memerintah dari tahun 997-1030 M.
Pada masa inilah dinasti Ghaznawih mencapai puncak kejayaannya, sehingga disebut dengan Mahmud al-Ghazni atau Mahmud dari Ghazni. Ia seorang tokoh yang masyhur, administrator, pemberani, dan menguasai sebagian besar benua India.
Mahmud al-Ghazni telah membuktikan dirinya sebagai penguasa yang cakap, bijaksana, dan besar baik dalam perang maupun damai. Ia adalah penakluk yang tak terkalahkan, seorang administrator ulung serta pembangun yang besar. Khalifah Abbasiah dari Baghdad dan al-Kadir Billah mengakui Mahmud sebagai penguasa Ghazni dan Khurasan, serta menganugrahkan gelar kepadanya “Yamen al-Dawala” dan “Yamin al-Milal”.

B. Kemajuan Dinasti Ghaznawih
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Sabaktikin sebagi pendiri dinasti Ghaznawih yang berkuasa selama kurang lebih 20 tahun telah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan dalam pemerintahan, yang kemudian mencapai puncak kejayaan pada masa kekuasaan sesudahnya yaitu pada masa Mahmud al-Ghaznawih. Kemajuan-kemajuan yang dicapai meliputi bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.
1. Bidang Politik
Langkah awal yang dilakukan Mahmud adalah memperkuat daerah Khurasan (tempat kakeknya Alpatakin dipecat dari jabatannya sebagai Gubernur), Transoxsania sampai sungai Oxus (999 M). Kemudian meluaskan kekuasaan sebagai lanjutan dari Sabaktikin ke India bagian utara, sehingga berhasil menguasai Punjab, termasuk Multan dan Lahore serta sebagian daerah Sind. Kalau Sebaktian hanya cenderung mengadakan semacam penjarahan kekuasaan tersebut, maka Mahmud berhasil memperkuat dan mengokohkan kekuasaannya.
Di samping wilayah-wilayah tersebut, ia juga berhasil menguasai wilayah-wilayah bagian India lain seperti Pashawar, Kashmir, Bathinda, Delhi, Buluchistan, Mathura, Kanauj, Kalinjar, Makran, Kirman, Gujarat, Surat, dan Newahand. Untuk mengendalikan kekuasaan di India yang hampir seluruhnya dikuasai, Mahmud mengangkat seorang Gubernur yang berkedudukan di Lahore.
Dalam hal ini, Heig mengatakan bahwa Mahmud al-Ghaznawi adalah seorang raja India yang pada masa hidup beliau telah menduduki Punjab dan daerah sekitarnya.
Mahmud berhasil menaklukkan wilayah Afghanistan yang bernama Gur, dan Syamsabani sebagai penguasa daerah yang berada di bawah naungannya. Pengangkatan ini merupakan langkah politik yang tepat, yang tampaknya lebih dimaksudkan untuk efektifitas pengawasan wilayah tersebut di masa selanjutnya.
Ketika kekuasaan Samani yang terus menurun dan akhirnya secara formal diakhiri oleh kelompok Turki Karluk pada tahun 999 M memberi kesempatan kepada Mahmud untuk memperkuat posisinya sebagai penguasa independen. Ia berhasil menguasai Iran termasuk Rayy dari kekuasaan Buwaihi (1026 M), Isfahan, Khwarazm, dan Jibal, sehingga di satu pihak membendung ekspansi Karluk dan di pihak lain menekan orang-orang Buwaihi. Sebelum ini terjadi pada tahun 1025 M Mahmud menaklukkan Gujarat yang merupakan penaklukan terakhir di bagian wilayah India.
Dengan demikian sampai akhir hayatnya wilayah teritorial dinasti Ghaznawih telah meliputi daerah-daerah di India, Persia, Khurasan, Turkhirstan, sebagian Transoxiana, dan Afghanistan.
Adapun faktor-faktor pendukung yang menyebabkan Mahmud al-Ghaznawi dalam memperluas wilayah teritorialnya antara lain:
a. Letak Ghazna yang strategis di puncak dataran tinggi, hal ini memudahkan Mahmud mengadakan ekspansi militer.
b. Semangat agama dan jihad yang tinggi pada diri Mahmud dan pasukan militernya.
c. Keinginan memperoleh harta ghanimah yang akan digunakan untuk keperluan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
d. Keadaan laskar Mahmud yang mahir dan memiliki strategi perang dan didukung oleh semangat yang tinggi, peralatan perang yang lengkap. di samping itu karena adanya perpecahan di kalangan raja-raja India.
2. Bidang kebudayaan
Mahmud al-Ghazni menjadikan kota Ghazni sebagai kota yang hebat dan megah dalam pembangunan. Bahkan ia dijuluki dengan “Permaisuri Timur”. Masjid agung Ghazni dikenal sebagai “Pengantin Surga” dan merupakan keajaibaan dunia timur pada saat itu. Di samping itu ia juga menghiasi kota Ghazni dengan museum, sebuah perpustakaan dan sebuah universitas serta masjid-masjid yang indah, pendopo-pendopo, air mancur, waduk, talang-talang air dan tempat-tempat penampungan air yang membuat orang takjub, semua dibangun dalam bentuk yang megah.
Mahmud dalam mensejahterakan rakyat, dibangunnya parit-parit untuk keperluan pertanian hal ini dapat membangkitkan semangat rakyat dalam usaha pertanian tersebut. Daerah kekuasaannya yang jauh dihubungkan dengan jalan-jalan yang bagus dan indah yang bagian-bagiannya terlihat tempat-tempat penginapan para pembesar . Hal ini menjadikan perkembangan pesat terhadap perkembangan di dalam kerajaan. Di sisi lain Mahmud al-Ghazni juga membangun sebuah kandang besar berkapasitas kurang lebih 1000 ekor binatang dan bangunan tempat tinggal para pelayannya.
Sebagai bukti keberhasilan Mahmud terdapat pekerjaan umum yaitu parit-parit yang masih ada dan dipergunakan dampai sekarang. Parit tersebut dibangun di mulut sebuah celah 18 mil jauhnya dari Ghazni, 25 kaki di atas permukaan air sungai Nawar sepanjang 200 yard. Di sisi lain banyak gedung-gedung megah dibangun, sehingga membuat orang terpesona melihatnya.
3. Bidang ilmu pengetahuan dan kesusasteraan
Di samping memberi perhatian besar kepada upaya perluasan dan pembangunan wilayah, Mahmud juga mempunyai kepedulian yang cukup besar kepada upaya pengembangan dan pembinaan ilmu pengetahuan serta kesusastraan, sehingga pada masa itu tercatat nama-nama seperti Farukhi, Usri, Manukheri, Asjudi, dan Firdausi yang terkenal dengan karya sastranya berjudul Shah-Nama, yaitu syair-syair kepahlawanan yang merupakan epik tentang raja-raja Iran Kuno di Persia. karya sastrawan tersebut di kemudian hari dipandang sebagai cikal bakal perkembangan kesusastraan di Iran khususnya dan di dunia Islam pada umumnya.
Di sisi lain tercatat pula nama al-Biruni dengan hasil karyanya tentang astronom yang masyhur adalah al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hay’ah wa al-Nujum. Buku tersebut merupakan ensiklopedi terlengkap tentang astronomi, geografi, dan sebagainya. Buku lain yang ditulisnya adalah al-Atsar al-Baqiyah (bekas-bekas peninggalan) ditulis dengan berbahasa Arab. Setelah al-Biruni tercatat pula al-Utbiy, dia adalah sejarahwan dengan karya monumentalnya al-Yamin, dan masih banyak lagi buku-buku yang ditulis yang mungkin tidak semua sampai ke tangan kita.
Mahmud sangat menaruh perhatian besar terhadap para ilmuwan, ulama dan sastrawan. Hal ini terlihat bahwa ia tak tertandingi mungkin hingga saat ini dalam kedermawanannya demi pendidikan dan ilmu pengetahuan. Di antaranya universitas yang dibangun dilengkapi dengan koleksi terbesar buku-buku dalam aneka bidang dan bahasa. Kemudian sebuah museum keajaiban alam termegah ketika itu dan keraton-keraton yang dipenuhi oleh orang-orang jenius dalam segala bidang serta penyair-penyair yang terdiri dari 400 orang.
Di antara tokoh-tokoh intelektual yang menerangi keraton-keraton di samping terdapat ahli astronomi dan metafisika al-Biruni juga terdapat filosof dan ahli teori musik al-Farabi, filosof dan ahli bahasa al-Anshari, penyair jenaka Manuchecri, penyair besar Asjadi dan lain-lain.
Tercatat dalam sejarah bahwa kisah mengenai bagaimana ia (Mahmud) membayar 60.000 keping perak kepada Firdausi seperti yang telah disetujuinya, dan demikian pula kepada para ilmuwan lainnya.
Tercatat pula pada masa Mahmud dan putranya Mas’ud para ilmuwan lain seperti Ibnu al-Arraq dan Ibnu al-Khammar, al-Baihaqi seorang sejarahwan, dan pada masa ini pula dalam masalah menerologi al-Biruni menulis buku berjudul al-Jamahir fi al-Ma’rifat al-Jawahir (buku kumpulan pengertahuan tentang batu permata).
Mahmud al-Ghaznawi sendiri selain ahli dalam bidang peperangan dan bidang pembangunan termasyhur juga dalam bidang ilmu pengetahuan. Ia sangat menghormati para sarjana, sebagai bukti terlihat pada uraian di atas, bahwa kota Ghazna tidak saja dijadikan sebagai tempat pertahanan perang tetapi juga merupakan tempat berkumpulnya para ulama, ilmuwan yang ahli dalam segala bidang baik dalam persoalan keduniawian maupun agama. Hasjmy mengatakan dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam bahwa Mahmud menjadikan istananya sebagai majlis ilmu pengetahuan.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka silahkan download lengkapnya...
Read More