Published Juli 22, 2010 by with 0 comment

A L – K I N D I (Riwayat Hidup, Kesesuaian Antara Agama dan Filsafat, Filsafat Ketuhanan dan Filsafat Jiwa atau al-Nafs)

Dalam sejarah Islam, penulisan filsafat yang sistematis baru dimulai pada abad ke-9, Sebelumnya kegiatan filosofis hanya berkisar pada penerjemahan karya-karya filsafat Yunani dan Suryani. Penulis yang pertama-tama merayakan tradisi penulisan filsafat adalah al-Kindi. Filosof ini mengaku keturunan kabilah Kindah ini, lahir di kota Kufah dan di kota itu, ayahnya menjabat Gubernur.
Awal mula pemikiran filsafat, seperti halnya penciptaan manusia, sama-sama melampaui perjalanan sejarah. Pemikiran merupakan ciri yang tidak bisa dipisahkan dari manusia, di mana pun ia menjejakkan kakinya. Pemikiran dan pemahaman senantiasa dibawanya. Oleh karena itu, tidak ada informasi secara pasti mengenai pemikiran-pemikiran yang tak tertulis oleh manusia, kecuali dugaan berdasarkan peninggalan yang ditemukan.
Di antara sekian banyak persoalan yang ingin diungkap oleh pemikiran manusia adalah pengetahuan tentang “wujud”, awal dan akhirnya. Pada awalnya, pengetahuan tentang wujud ini, sejalan dengan pengetahuan keagamaan. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa pemikiran filosofis terkuno ada dalam pemikiran keagamaan Timur.

Berdasarkan uraian di atas, maka pemakalah akan merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Defenisi filsafat
2. Bagaimana riwayat hidup al-Kindi ?
3. Bagaimana pandangan al-Kindi tentang agama dan filsafat serta Tuhan dan al-nafs/jiwa. ?
A. Riwayat hidup al-Kindi
Nama lengkapnya al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’kub bin Ishak ibn al-Subbah Imran bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Ia populer dengan sebutan al-Kindi. Ia lahir di Kufah (Iraq) sekitar 185 H. dan wafat tahum 260 H./873 M. orang tuanya adalah gubernur di Bashrah.
Setelah dewasa, ia ke Bagdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al-Ma’mun (Daulah Abbasyiah) dan khalifah al-Mu’tasim. Neneknya bernama al-Asy’ats bin Qaish. Termasuk seorang sahabat Nabi yang paling pertama datang di kota Kufah.
Ketika al-Kindi sampai di Bagdad, ia sangat senang dengan suasana intelektual di sana. Ia menerjemahkan beberapa karya dan merevisi terjemahan orang lain, seperti teologi Aristoteles. Untuk mengalih bahasakan istilah-istilah filosofis dan ilmiah tertentu yang ia temukan dalam-karya-karya asing, ia menciptakan kata-kata baru dalam bahasa Arab. Seperti jirm untuk tubuh, thinah untuk materi al-tawahum untuk imajinasi dan lain-lain.
Sebagai penulis yang sangat produktif, ia menulis sekitar 270 dalam berbagai bidang ilmu yang dikenal pada masanya, seperti geometrik, musik, astronomi, parmakologi, meteorologi, kimia, kedokteran dan polomika. Ia juga menulis semua cabang ilmu filsafat, seperti logika, fisika, metafisika, psikologi dan etika.
Di dalam menulis karya-karya tersebut, pertama ia menjelaskan sejelas mungkin pandangan-pandangan para pendahulunya kemudian merivisi dan kemudian mengembangkannya sesuai dengan kepentingan-kepentingan baru.
Karya-karya al-Kindi yang berjumlah sekitar 270 buah, tersebar dibelahan dunia Islam, akan tetapi, banyak berupa risalah-risalah pendek dalam bidang filsafat, antara lain sebagai berikut:
1.Fi al-falsafah al-ula (filsafat pertama)
2.Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tulisan filosofis tentang rahasia spritual).
3.Risalah fi Hudud al-Asyya wa Rusumiha (defenisi benda-benda uraiannya)
4.Fi Ma’iyah al-Ilmu wa al-Aqsami (filsafat ilmu pengetahuan dan klasifikasiny).
Mengenai kematiannya tidak ada kepastian. L. Musognon mengatakan ia wafat sekitar 245 H. (860 M). C. Laninno menduga tahun wafat al-Kindi sekitar (w. 260 H/873 M). Adapun Mustafa Abdul Raziq mantan Rektor al-Azhar mengatakan tahun (252 H/866 M).
B. Kesesuaian antara Filsafat dan Agama
Masalah hubungan filsafat dan agama, menimbulkan masalah baru yang diperdebatkan pada zaman al-Kindi. Ahli-ahli agama pada umumnya menolak keabsahan ilmu filsafat, karena di antara produk pemikiran filsafat jelas menunjukkan pertentangan dengan ajaran al-Qur’an. Sebagai seorang filosof al-Kindi telah mengangkat dirinya sebagai pembela ilmu filsafat yang seharusnya tidak dipertentangkan dengan agama karena keduanya membawa kebenaran yang serupa.
Agama dan filsafat menurutnya adalah ilmu pengetahuan yang benar البحث عن الحق. Oleh karena itu, Al-Qur’an sebagai sebuah wahyu dari Allah tidak mungkin bahkan mustahil bertentangan kebenaran yang dihasilkan filsafat sebagai sebuah upaya maksimal dalam menggunakan akal untuk menemukan kebenaran. Karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat bukanlah merupakan pengingkaran terhadap kebenaran wahyu (al-Qur’an), dan teologi sebagai bagian dari filsafat, sangat penting untuk dipelajari.
Bertemunya filsafat dan agama dalam kebenaran dan kebaikan segaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama di samping wahyu mempergunakan akal dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama menurut al-Kindi adalah Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat, maka orang tersebut menurut al-Kindi telah mengingkari kebenaran, menolaknya berarti ia “kafir” padahal kita harus menyambut kebenaran dari mana pun datangnya, sebab tiada yang lebih berharga bagi pencari kebenaran, kecuali kebenaran itu sendiri
Adanya golongan menolak filsafat atas dasar tidak mau menerima ta’wil, padahal menurut al-Kindi, itu tidak boleh dijadikan alasan sebab al-Qur’an adalah bahasa Arab dan bahasa Arab memilih 2 macam, pertama makna hakiki dan kedua adalah makna majazi, tentu saja yang dapat mena’wilkan al-Qur’an hanya orang yang mendalam agamanya dan ahli pikir.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka download lengkapnya...
Read More
Published Juli 15, 2010 by with 0 comment

Profesional Guru dalam Persfektif Sejarah Sosial Pendidikan Islam

Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, ketika menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya pada guru. Hal itu pun menunjukkan bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada guru yang tidak profesionalatau sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjadi guru.
Agama Islam sengat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama) sehingga mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. firman Allah:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.. (Qs. al-Mujadalah; (58): 11).


B. Rumusan masalah
Berdasarkan uaraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan batasan masalahnya sebagai berikut:
1.Siapa sebenarnya guru itu?.
2.Apa saja peranan dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik (guru) ?.
3.Bagaimana profesinal guru dalam sejarah sosial pendidikan Islam ?.

A. Defenisi guru dalam pendidikan Islam
Di negara-negara Timur sejak dahulu kala, guru itu dihormati olah masyarakat. Orang India dahulu menganggap guru itu adalah orang suci dan sakti. Orang Jepang, guru disebut “sensei” yang artinya yang "lebih dahulu lahir, yang lebih tua". Di Inggris, guru itu dikatakan "teacher" dan di Jerman disebut "der lehrer" keduanya berarti “pengajar”. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti “pengajar” melainkan juga pendidik, baik di dalam maupun di luar sekolah ia harus menjadi penyuluh masyarakat.
Dalam Islam pendidik (guru) adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik yang secara umum bertugas untuk mengembangkan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotor, kognitif dan potensi afektif, potensi tersebut harus dikembangkan secara seimbang setinggi-tingginya, menurut Islam.

B. Sejarah sosial keguruan dan Kedudukannya dalam pendidikan Islam
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang gambaran guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman Hindu, menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Seorang murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu dan menunjukkan baktinya. Demikian pula di Cina. Di Yunani kuno guru diambil dari golongan hamba. Pada zaman VOC yang menjadi guru adalah oang-orang yang ada pengetahuannya sedikit atau kalangan orang miskin.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka silahkan download lengkapnya...
Read More
Published Juli 15, 2010 by with 0 comment

Rahasia Di Balik Keberkahan Ramadhan

Rahasia Di Balik Keberkahan Ramadhan - Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Rasul Saw. bersabda :
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Telah datang kepadamu Ramadhan. Bulan yang dipenuhi berkah. Allah Azza Wajalla mewajibkan kamu berpuasa padanya. Pintu-pintu langit dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, dan selama Ramadhan itu para setan dibelenggu. Allah memiliki satu malam dalam bulan Ramadhan yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan. Siapa yang dihalangi kebaikannya, sungguh ia tidak akan mendapatkan apa-apa.
Kalau kita cermati berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadits Rasul Saw. paling tidak kita akan mendapatkan tidak kurang dari 15 keberkahan dan kebaikan selama bulan Ramadhan :
1. Diturunkannya Al-Qur’an Al-Karim.
2. Diwajibkannya berpuasa.
3. Di dalamnya ada satu malam nilainya lebih baik dari 1000 bulan (83.3 thn).
4. Dibuka semua pintu syurga, ditutup semua pintu neraka dan dibelenggunya seta.
5. Diampunkannya dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
6. Allah langsung menjamin balasan orang yang berpuasa.
7. Shaum adalah metode terbaik untuk manajemen diri dan syahwat.
8. Pendidikan latihan implementasi akhlak mulia seperti sabar, tsiqah Billah, tangggung jawab sosial dan sebagainya.
9. Bau mulut orang yang shaum akan mengeluarkan wangi yang dahsyat di hari kiamat nanti melebihi wanginya kasturi.
10. Kebahagiaan dunia dan akhirat.
11. Ada pintu syurga khusus untuk orang yang melakukan shaum bernama “Rayyan”.
12. Shaum akan menjadi syafaat di akhirat bagi yang melakukannya.
13. Sahurnya orang berpuasa diberkahi Allah.
14. Selalu mendapatkan waktu sahur di mana waktu sahur itu adalah momen terbaik untuk istighfar pada Allah.
15. Shaum adalah menyehatkan fisik dan jiwa. Download lengkapnya...
Read More
Published Juli 09, 2010 by with 0 comment

Hidup di Bawah Naungan Al-Qur'an

Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah kenikmatan yang tidak bisa diketahui kecuali oleh orang yang merasakannya. Kenikmatan hidup di bawah naungan Al-Qur’an itulah yang menyebabkan para Sahabat, Tabiin, Tabiittabiin dan generasi Islam sepanjang masa mampu menikmati hidup di dunia yang sementara ini dengan sangat produktif dan penuh amal shaleh.

Bahkan, berbagai ujian dan cobaan yang menimpa mereka disebabkan hidup di bawah naungan Al-Qur’an dan memperjuangkannya mereka rasakan sebagai minhah (anugerah) yang dirasakan manisnya, bukan sebagai mihnah (kesulitan) yang menyebabkan mereka berpaling dan menjauh dari Al-Qur’an. Mereka benar-benar sebagai generasi Qur’ani yang hidup dan mati mereka bersama Al-Qur’an dan untuk Al-Qur’an.

Terdapat perbedaan yang jauh antara generasi Qur’ani dengan generasi yang belum dibentuk karakternya, pemikirannya dan prilakunya oleh Al-Qur’an. Generasi Qur’ani adalah generasi terbaik sepanjang zaman. Generasi yang mampu mengintegrasikan antara ucapan, keyakinan dan perbuatan. Hidup dan matinya untuk Islam dan umat Islam. Setiap langkah hidupnya didasari Al-Qur’an.
Apa yang diperintah Al-Qur’an mereka kerjakan dan apa saja yang dilarang Al-Qur’an mereka tinggalkan. Sebab itu mereka connected (tersambung) selalu dengan Allah Ta’ala dalam semua ucapan, langkah dan perbuatan. Sedangkan generasi yang bukan atau belum dibentuk Al-Qur’an adalah generasi yang kontradiktif dan paradoks.

Karakter, pemikiran dan prilakunya bertentangan dengan Al-Qur’an, kendati mereka hafal Al-Qur’an, memahami kandungan Al-Qur’an, fasih berbahasa Al-Qur’an dan bahkan mungkin juga membagi-bagikan Al-Qur’an kepada masyarakat dengan gratis.
Oleh sebab itu, tidak heran jika situasi dan kondisi yang dialami oleh generasi Qur’ani sangat jauh berbeda dengan sitauasi dan kondisi yang dialami oleh generasi yang bukan terbentuk berdasarkan Al-Qur’an. Generasi Qur’ani adalah generasi yang cemerlang. Generasi yang semua potensi hidup yang Allah berikan pada mereka dicurahkan untuk meraih kesuksesan di Akhirat, yakni syurga Allah. Dunia dengan segala pernak pernikya, di mata mereka, tak lain adalah sarana kehidupan yang hanya dicicipi sekedar kebutuhan.
Orientasi utama hidup mereka adalah kehidupan akhirat yang kekal abadi dan tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan dunia dan seisinya. Allah menjelaskan :
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
Katakanlah (wahai Muhammad Saw)! Maukah kamu aku khabarkan dengan yang jauh lebih baik dari itu semua (harta, wanita, anak, istri dan seterusnya)? Bagi mereka yang bertaqwa, akan mendapatkan di sisi Tuhan Penciptanya Syurga yang mengalir dari bawahnya berbagai macam sungai. Mereka kekal di dalamnya dan ada istri-istri yang suci (tidak haid dan tidak berkeringat) dan juga keridhoan dari Allah (jauh lebih besar bagi mereka) dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (QS. Ali Imran : 15) Download lengkapnya...
Read More
Published Juni 20, 2010 by with 0 comment

Konsep Nur Muhammad Dan Insan Kamil

Kajian tentang haqiqat manusia (ma’rifat al-nafsi) merupakan obyek kajian yang menarik dan tidak kunjung selesai untuk dibicarakan bahkan diperdebatkan. Karena dengan akal yang dimiliki oleh manusia, berpotensi untuk mencari dan mengisi ruang-ruang yang kosong yang belum dijamah oleh manusia yang lain terhadap dirinya. Sehingga pembicaraan tentang manusia ini selalu menjadi dinamis mengikuti frame dan kondisi orang yang sedang berbicara.
Dalam diri manusia, terdapat dua potensi yang bergerak menopang manusia, dua potensi tersebut adalah jasmani dan rohani. Bila manusia ingin kontak langsung dengan Tuhannya, maka manusia menggunakan potensi rohaninya. Karena unsur Ilahiyah yang suci dalam diri manusia (Nur Muhammad) menjadi potensi yang dapat menghubungkan hamba dengan Tuhannya dalam mencapai kehidupan haqiqi dan abadi.
Unsur Ilahiyah merupakan substansi paling suci dalam diri manusia, karena ia berasal dari Tuahan. Jika unsur Ilahiyah tersebut dijadikan pedoman dalam menjalani kehudapan duniawi, maka manusia dapat meraih kehidupan sempurna, mulia dan tinggi di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, kehidupan sufisme sering dijadikan pola kehidupan manusia guna meraih kehidupan manusia yang haqiqi di hadapan Tuhannya. Dalam hal ini, yang menjadi pembahasan dalam makalah ini, yakni konsep Nur Muhammad dan Insan al-Kamil yang beredar di kalangan sufi, khususnya pada zaman Abd. Karim al-Jili.

Biografi Singkat al-Jili
Nama lengkap al-Jili adalah Abd. Karim ibn Ibrahim ibn Abd. Al-Karim ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili. Namanya dinisbatkan dengan al-Jili karena ia berasal dari Jilan. Akan tetapi menurut Goldziher sebagaimana yang dikutip oleh Yunasril Ali, mengatakan bahwa penisbatan bukan pada Jilan, akan tetapi pada nama sebuah desa dalam distrik Bagdad.
Tahun kelahirannya adalah awal Muharram 767 H. di Bagdad bertepatan dengan 1365 M. ini disepakati oleh semua penulis yang meneliti riwayat hidup al-Jili. Dan tahun wafatnya 805 H/1402 M.
Sejak usia kanak-kanak ia dibawa orang tuanya berimigran ke Yaman karena situasi politik di Bagdan tidak aman, disanalah ia berguru berbagai disiplin ilmu agama. Tahun 790 H. ia berada di Kusyi, India. Ketika berkunjung ke India ini, al-Jili melihat tasawwuf falsafi Ibnu ‘Arabi dan beberapa aliran-aliran tarekat.
Pada akhir tahun 799 H. ia berkunjung ke Makkah dalam rangka menunaikan ibadah haji. Namun dalam kesempatan itu, ia sempat melakukan tukar pikiran dengan ulama di sana. Hal ini menandakan kepada kita bahwa ia mempunyai kecintaan kepada ilmu pengetahuan.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, silahkan download lengkapnya...
Read More
Published Juni 16, 2010 by with 0 comment

Berbisnis dengan Allah

Berbisnis dengan Allah - Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk berusaha atau berbisnis. Karena berbisnis bukan hanya cara untuk mendapatkan uang atau harta melimpah. Akan tetapi, bisnis juga di sebagian kalangan masyarakat adalah status sosial yang dibanggakan. Seorang pebisnis atau pedagang yang suskses biasanya dihormati dan disegani oleh banyak orang; sejak dari keluarga, karyawan, teman dan bahkan pejabat pemerintahan. Di Indonesia dan Negara miskin dan berkembang, pengusaha bisa mengatur keputusan hukum dan atau lahirnya perundang-undangan yang menguntungkan mereka dengan membayar para pejabat terkait, baik eksekutif maupun legislatif. Sebab itu, tak heran jika istilah markus (makelar kasus) hukum akhir-akhir ini semarak dibicarakan masyarakat.

Saking nikmatnya berbisnis itu, banyak dari kalangan kaum Muslimin sendiri yang tidak lagi peduli dengan halal atau haram. Tidak ingat lagi kematian dan pertanggung jawaban akhirat bagi semua harta yang dihasilkan. Risywah (sogok-menyogok), riba, data-data fiktif, sunat menyunat, spekulasi, monopoli dan berbagai tindakan menyimpang lainnya sudah menjadi budaya dan kebiasaan. Lebih sedih lagi, nyaris semua aktivitas dan profesi, termasuk politik, aktivitas keagamaan (dakwah), pelayanan sosial dan sebagainya sudah pula dijadikan sebagai lahan bisnis yang paling cepat melahirkan keuntungan harta yang berlipat ganda. Inilah kenyataan yang amat pahit yang sedang dihadapi oleh umat Islam Indonesia, khususnya sejak 10 tahun belakangan.

Kaum Muslimin rahimakumullah…
Islam sama sekali tidak melarang umatnya berbisnis, dan bahkan menganjurkannya. Akan tetapi, Islam juga memberikan persyaratan atau peraturan agar berbisnis itu tidak keluar dari format ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Paling tidak ada lima (5) syarat yang harus dipenuhi jika kita ingin menjadikan bisnis sebagai profesi untuk meraih harta dan kekayaan dunia :
  1. Berbisnis itu harus dengan niat mencari ridha Allah. Sedangkan harta yang diperoleh adalah amanah dari Allah. Sebab itu, pada hakikatnya, harta itu adalah milik Allah.
  2. Berbisnis harus sesuai dengan sistem Allah dan Rasul-Nya Muhammad Saw. seperti tidak boleh dengan sistem riba, tidak melakukan risywah, kolusi, nepotisme, monopoli, spekulasi dan sebagainya.
  3. Barang dan jasa yang dibisniskan tidak boleh yang diharamkan Allah seperti babi, darah, khamar, judi dan sebagainya serta harus yang dihalalkan Allah dan Rasul-Nya.
  4. Semua aktivitas yang terkait dengan ibadah dan pengabdian kepada Allah, baik yang terkait dengan ibadah individu, sosial kemasyarakatan, atau apa saja yang terkat dengan kategori dakwah dan jihad, tidak boleh atau haram hukumnya dibisniskan, yakni melaksanakannya dengan tujuan mendapatkan keuntungan dunia, baik yang terkait harta, pangkat, kedudukan, status sosial, pujian dari manusia atau apapun bentuknya.
  5. Di dalam harta yang diamanahkan Allah itu terdapat jatah kaum fakir, miskin dan kebutuhan lain di jalan Allah, baik melalui zakat (wajib), maupun sedekah (infak). Oleh sebab itu, harta bukan untuk ditumpuk di dunia, akan tetapi untuk dibelanjakan di jalan Allah. Atau dengan kata lain, harta adalah jalan terbaik untuk berjihad di jalan Allah.
Berdasarkan lima (5) syarat tersebut, maka manajemen harta, baik yang diperoleh melalui bisnis, bekerja, warisan, hibah dan jalan halal lainnya, pada prinsipnya dapat disimpulkan dengan dua pertanyaan mendasar berikut :
  1. Apa jenisnya, dari mana dan bagaimana cara memperoleh harta tersebut? Dari jalan yang halalkah atau yang haram?
  2. Kemana harta yang diperoleh dengan jalan yang halal itu dibelanjakan? Untuk kepentingan duniakah atau kepentingan akhirat?
Download Lengkapnya...
Read More
Published Juni 10, 2010 by with 0 comment

Nikmat Spektakuler Surga

Khutbah Jum'at Nikmat Spektakuler Surga - Iman kepada Allah sebagai Pencipta manusia dan alam semesta mendorong kita untuk mudah memahami dan meyakini semua janji-Nya; janji buruk maupun janji baik. Di antara janji baik Allah pada hamba-Nya yang taat pada-Nya dan Rasul-Nya ialah bahwa di akhirat nanti mereka akan mendapatkan surga sebagai kompensasi dan imbalan keimanan dan amal shaleh yang mereka lakukan saat mereka hidup di dunia. Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (yang banyak), bagi mereka (kelak) surga yang mengalir di bawahnya berbagai macam sungai. Itulah kesuksesan yang maha besar (tanpa batas). (Q.S. Al-Buruj : 11).

Surga yang dijanjikan Allah adalah nikmat spektakuler yang tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan semua kenikmatan dunia dengan segala isinya. Bahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an Allah menjelaskan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah kehidupan yang sedikit dan menipu. Di antaranya seperti yang tercantum dalam surat Ali imran ayat 185, Arro’du ayat 26 dan Al-Hadid ayat 20. Bahkan dalam surat Al-An’am ayat 32 allah menjelaskan bahwa kehidupan dunia ini hanya permainan dan sendagurau belaka.
Oleh sebab itu, janganlah kita tertipu oleh gemerlap kehidupan dunia ini, sebanyak apapun ia, karena tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kehidupan akhirat, yakni surga yang Allah janjikan pada kita.
Orang-orang beriman dan banyak beramal shaleh atau disebut juga dengan orang-orang bertaqwa pasti akan merasakan semua kenikmatan yang dijanjikan Allah pada mereka di dalam surga. Nikmat yang mereka peroleh sungguh tidak terhitung jumlahnya, bersifat abadi (selama-lamanya) dan tidak ada henti-hentinya.
Kaum Muslimin rahimakumullah…

Di antara nikmat yang sangat spektakuler ialah :
1. Melihat Allah.
Kendatipun semua nikmat yang Allah sediakan di surga sangatlah istimewa dan spesifik, di mana belum pernah ada tandingannya di dunia. Namun demikian, melihat Allah adalah nikmat yang terbesar dan spektakuler yang diberikan-Nya kepada para kekasih-Nya yang mendiami surga, sebagai bonus untuk mereka. Siapa yang tidak terharu dan histeris jika melihat Tuhan Penciptanya? Tuhan yang memberi kehidupan di dunia dengan berbagai nikmat dan fasilitas kehidupan yang serba lengkap dan gratis?
Nikmat dan fasillitas tersebut bukan hanya mereka peroleh semasa hidup di dunia, melainkan sepanjang perjalanan wisata yang mereka lewati beribu-ribu tahun dan bahkan berjuta-juta tahun lamanya. Kemudian nikmat dan fasilitas tersebut dilipatgandakan kualitas dan kuantitasnya untuk mereka yang menjadi penghuni surga-Nya. Coba bayangkan, betapa kagum dan ta’zim (hormat)-nya mereka kepada Tuhan Pencipta yang sungguh Maha Pemurah dan Penyayang itu. Dalam kondisi seperti itu tiba-tiba Tuhan Pencipta, Allah Subhanahu Wata’ala, Raja dunia dan Akhirat memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat-Nya. Allah menjelaskan hal tersebut dalam firman-Nya :
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Bagi orang-orang yang berbuat baik (profesional dalam segala hal), ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat Allah). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya (Q.S. Yunus: 26)
Para ulama menjelaskan kata “زيادة “ (tambahan) pada ayat di atas adalah melihat wajah Allah. Informasinya bersumber dari Abu Bakar Ash- Shiddiq, Khuzaimah Ibnu al-Yaman, Abdullah Bin Abbas, Said ibnu al-Musayyab, segolongan tabi’in dan sejumlah ulama salaf (generasi pertama) dan khalaf (generasi berikutnya).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab bahwa dia bertanya kepada Rasulullah saw. ihwal firman Allah Ta’ala, “Bagi orang-orang yang berbuat baik adalah kebaikan dan “tambahan”. Maka beliau bersabda :
" الحسنى الجنة و الزيادة النظر الى وجه الله عز وجل "
“Yang dimaksud kebaikan adalah surga dan yang dimaksud ‘tambahan’ ialah memandang wajah Allah ‘Azza wa Jalla”.[1]

2. Tidak pernah merasa lelah dan lesu.
Ketika hidup di dunia, dalam sehari semalam, mereka memerlukan tidur dan istirahat minimal empat sampai delapan, karena mudah lelah dan lesu. Sebab itu, berbagai macam obat, vitamin dan nutrisi mereka santap. Namun, di surga, lelah, lesu, letih, kurang semangat dan loyo itu sudah tidak ada. Mereka selama-lamanya fit dan enerjik. Hal ini mereka akui sendiri seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ (35)
Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (Q.S. Fathir: 35)
3. Nikmat raksasa dan spektakuler lain yang belum pernah mata mereka melihatnya, tidak juga telinga mereka pernah mendengar sebelumnya, dan bahkan belum pernah terlintas dalam benak mereka ialah tersedianya berbagai macam sungai, seperti sungai susu murni, sungai madu yang sudah disaring, sungai air mineral dan sungai khamar.

Semua sungai tersebut membentang sepanjang surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa bahagianya ketika mata mereka menatap sungai-sungai yang beraneka ragam itu. Semua airnya kelas super dan multi guna; diminum oke, dijadikan air mandi sangat cocok dan juga pas untuk segala keperluan mereka di surga. Di samping itu terdapat pula buah-buahan yang amat melimpah ruah, tak terhitung jumlah dan jenisnya.
Download lengkapnya...
Read More