Published September 15, 2010 by with 0 comment

Rahasia Manajemen Waktu Orang-Orang Sukses

Rahasia Manajemen Waktu Orang-Orang Sukses - Hari berganti hari, bulan berganti bulan demikian pula tahun. Setiap menit dan jam yang sedang kita lewati mustahil dapat diperpanjang. Setiap pekan, bulan dan tahun yang kita habiskan mustahil dapat diulangi lagi. Setiap waktu yang sudah berlalu, tidak akan pernah dapat diganti dan diulangi. Itulah sunnatullah (sistem/hukum Allah) dalam kehidupan dunia ini. Kemampuan kita tak lebih dari sekedar menghitung detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun. Sebab itu, beruntunglah orang-orang yang kualitas keimanan dan amal shaleh mereka pada hari ini lebih baik dari kemarin. Rugilah orang-orang yang kualitas iman dan amal shaleh mereka pada hari ini sama dengan hari kemarin. Celakalah orang-orang yang kualitas iman dan amal shalehnya mereka pada hari ini lebih rendah dan lebih sedikit dari hari kemarin.

Sesungguhnya manusia itu hanya terbagi dua. Manusia sukses dan manusia gagal. Kesuksesan dan kegagalan seseorang erat sekali kaitannya dengan kemampuan memenej waktu. Jika ia mampu menggunakan waktu yang Allah berikan kepadanya untuk selalu meningkatkan keimanan, ilmu, amal shaleh, hidup dan dakwah di jalan Allah, maka ia akan menjadi orang yang beruntung. Namun sebaliknya, jika ia gagal memanfaatkan waktu yang ia lewati untuk memperkuat keimanan, memperbanyak ilmu, amal shaleh dan aktivas dakwah, maka ia dipastikan akan menjadi orang yang merugi di dunia dan terlebih lagi di akhirat.
Sebab itu, waktu itu sangat mahal harganya, dan bahkan lebih mahal dari dunia dan seisinya. Salah dalam memenej waktu bisa berakibat kerugian besar di dunia dan akhirat. Sebaliknya, berhasil memenej waktu dengan baik, isnya Allah akan berhasil pula dalam kehidupan di dunia yang singkat ini dan juga kehidupan akhirat yang abadi. Allah menjelaskan dalam surat AL-‘Ashr/ 103 :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Dan demi masa(1), sesungguhnya manusia itu pasti dalam keadaan merugi(2), kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh dan mereka saling bertaushiyah (saling menasehati) dengan kebenaran dan saling bertaushiyah dengan kesabaran (3). Download khutbah jum'at lengkapnya...
Read More
Published September 13, 2010 by with 0 comment

NATURALISTIK-FENOMENOLOGIS

Salah satu realitas kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia adalah kecenderungannya untuk mendekatkan diri kepada sesuatu yang bersifat supranatural. Supranatural tersebut beragam macamnya sesuai dengan pengalaman batin yang dilakukan oleh suatu kaum atau melalui realitas wahyu yang diturunkan kepada seorang Nabi. Keadaan semacam inilah melahirkan suatu konsep agama yang dipandang oleh manusia sebagai suatu kebenaran mutlak yang berasal dari luar diri manusia.
Persentuhan manusia dengan agama tidak melibatkan unsur empirik yang harus diolah dengan data atau diobservasi melalui kebenaran ilmiah. Akan tetapi, lebih bersifat fenomena atau gejala yang dapat diukur dari tingkat kualitas penganut agama meyakini kepercayaan agamanya. Dengan demikian rasa agama dan prilaku keagamaan merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia .
Agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai pradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu penelitian agama bisa didekati dengan pendekatan multi dimensi. Menurut Jalaluddin Rahmat peta penelitian agama di Indonesia menggunakan tiga pradigma epistimologi: Ilmiah, Akliah, dan Irfaniyah. Berbeda dengan Egon G. Guba, hanya menggabungkan paradigma naturalistik.

Pengertian Naturalistik-Fenomenologis
Sebelum dikemukakan pengertian naturalistik fenomenologis secara etimologi dan terminologi terlebih dahulu dikemukakan pengertian corak penelitian, bahwa yang dimasud dengan corak adalah model atau bentuk atau gambaran suatu penelitian. Sedangkan istilah corak lebih dikenal dalam penelitian tafsir seperti corak sastra bahasa, corak filsafat dan teologi, corak penafsiran ilmiah, corak fiqhi atau hukum dan corak tasawuf. Demikian pula corak tafsir Ma’tsur (riwayat) dengan penggunaan metode tahlili, dalam penafsiran al-Quran dan sebagainya.
Sedangkan metode penelitian membahas konsep teoritik berbagai metode, kelebihan dan kelemahannya yang dalam karya ilmiah penekanan pada pemilikan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara tekhnis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Dalam makalah ini memperkenalkan metode penelitian dalam makna tekhnis belaka tanpa menafikan makna filosofis. Jadi metodologi penelitian merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang metode-metode penelitian, ilmu tutup alat-alat dalam penelitian sehingga penelitian dalam arti sosial adalah suatu proses yang berupaya atau suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan permasalahan dan mendapatkan jawaban, atau pertanyaan tersebut.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, silahkan download selengkapnya...
Read More
Published Agustus 16, 2010 by with 0 comment

Rahasia Kemenangan Kaum Muslimin di Bulan Ramadhan

Sebagaimana kita maklumi bahwa kebersihan hati dan kesucian jiwa adalah modal utama untuk mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Ta`ala baik di dunia maupun di akhirat kelak. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا [الشمس/9]
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu."
Sebaliknya ketika hati dikuasai oleh hawa nafsu duniawi dan syahwat hewani maka hati itu akan menjadi sakit, kotor, keras, keruh dan bahkan bisa mati. Dengan demikian perlahan tapi pasti ia akan menjerumuskan pemiliknya ke kubangan kehinaan dan kerendahan serta membelokkannya dari tujuan hidup yang benar sehingga terperosok ke dalam jurang kerugian dunia dan akhirat. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman :
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا [الشمس/10]
"Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."

Ramadhan adalah bulan dimana Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya melakukan ibadah shaum (memenej syahwat) sebagai sarana melatih diri mengendalikan syahwat baik perut atau kemaluan, ketenaran, kebanggaan pada pangkat, jabatan dan fasilitas duniawi lainnya dan berbagai syahwat lainnya. Ibadah Ramadhan juga bertujuan untuk membersihkan hati dan jiwa serta untuk mengantarkan seorang hamba ke puncak kemuliaan disisi Allah yaitu pribadi yang bertaqwa yang dekat dengan Allah, di manapun ia berada dan apapun profesinya. Allah Ta`ala berfirman ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون [البقرة/183]
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa."
Umat Islam khususnya di zaman Rasulullah dan sampai sekitar 13 abad setelahnya sangat memahami esensi bulan Ramadhan. Di antaranya sebagai media pendidikan jihad melawan syahwat duniawi dan sekaligus jihad fi sabilillah. Sebab itu, sepanjang sejarah umat yang sudah lebih 14 abad ini, banyak peristiwa kemenangan kaum Muslimin dalam menghadapi musuh-musuh mereka yang terjadi pada bulan yang mulia ini yakni bulan Ramadhan, di antaranya adalah :
1. Perang Badar Kubra yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke 2 hijrah. Perang ini dianggap sebagai perang terbesar dan kemenangan terbesar yang diraih kaum Muslimin sejak kemenangan tentara Thalut atas tentara kafirin Jalut beberapa abad sebelumnya. Menariknya, menurut sebuah riwayat, jumlah personil tentara Thalut sama dengan mujahidin yang terjun dalam peristiwa perang Badar Kubra yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam, yakni sekitar 315 personil Mujahidin.
Download khutbah lengkapnya...
Read More
Published Agustus 09, 2010 by with 0 comment

Sejarah Sosial Pendidikan di Indonesia

A. Pendahuluan
Kalau kita berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Dalam konteks ini Mahmud Yunus mengatakan, bahwa Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia sama tuanya dengan masuknya agama tersebut ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemeluk baru agma Islam sudah barang tentu ingin mempelajari dan memahami lebih mendalam tentang ajaran-ajaran Islam. Ingin pandai shalat, membaca al-Qur’an, sehingga menyebabkan timbulnya proses belajar tentang agama Islam, meskipun bentuknya masih sangat sederhana.
Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, di mana pada mulanya mereka belajar dirumah-rumah, langgar/surau, masjid dan kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasyah yang teraratur sebagaimana yang kita ketahui sekarang ini.


B. Periodesasi sejarah sosial pendidikan Islam di Indonesia
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa pendidikan Islam di Indonesia sama tuanya dengan Islam itu sendiri di Indonesia, dan tentu saja tidak terlepas dari sejarah Islam pada umumnya. Karena itulah periodesasi Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia berada dalam periode-periode sejarah Islam itu sendiri.
Pendidkan Islam tersebut pada dasarnya dilaksanakan dalam upaya menyahuti kehendak umat Islam pada masa itu dan pada masa akan datang yang dianggap sebagai need of life.
Prof. Dr. Harun Nasution, secara garis besar membagi Sejarah Sosial Pendidikan Islam ke dalam tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan medern.
Selanjutnya pembahasan tentang lintasan atau periode Sejarah Sosial Pendidikan Islam itu sendiri, sebagai berikut:
1.Periode pembinaan pendidikan Islam, yang berlangsung pada masa Nabi Muhamma Saw. Selama lebih kurang dari 23 tahun sejak beliau menerima Wahyu pertama sebagai tanda kerasulannya sampai wafatnya.
2.Periode pertumbuhan pendidikan Islam, yang berlangsung setelah wafatnya Rasulullah Saw. sampai pada akhir kekuasaan Bani Umayyah, yang diwarnai oleh penyebaran Islam ke dalam lingkungan budaya dan kondisi sosial di luar bangsa Arab.
3.Periode kejayaan pendidikan Islam, yang berlansung sejak permulaan Daulah Bani Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Bagdad yang diwarnai dengan perkembangan secara pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sampai mencapai puncak kejayaannya.
4.Tahap kemunduran pendidikan, yang berlangsung sejak sejah jatuhnya kota bagdad sanpai dengan jatuhnya Mesir oleh Napoleon di sekitar abd ke-18 M yang ditandai oleh lemahnya kebudayaan Islam dan perpindahan pusat-pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia ke dunia barat.
5.Tahap pembaharuan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon di akhir abad ke-18 sampai sekarang ini, yang ditandai dengan masuknya unsur-unsur budaya dan pendidikan modern dari dunia Barat ke dunia Islam.
Sementara itu, kegiatan pendidikan Islam di Idonesia yang lahir dan tumbuh serta berkembang bersamaan dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Sesunguhnya merupakan pengalaman dan pengetahuan yang penting bagi kelangsungan perkembangan pendidikan Islam dan umat Islam, baik secara kuantitas mapun secara kualitas.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolak ukur, bagaimana Islam dengan umatnya telah memainkan perannya dalam berbagai aspek sosial, polotik maupun budaya. Oeh karena itu dalam rangka melacak Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia dengan periodesasinya, baik bagi pemikira, isi, mapun pertumbuhan organisasi dan kelembagaannya tidak mungkin terlepas dari fase-fase yang dilaluinya. Fase-fase tersebut secara periodesasi dapat dibagi menjadi:
1.Periode masuknya Islam ke Indonesia
2.Periode pengembangan dengan melalui proses adaptasi
3.Peride kekuasaan kerjaan-kerajaan Islam
4.Periode penjajahan Belanda
5.Periode penjajahn Jepang
6.Periode kemerdekaan I (orde lama)

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka silahkan Download makalah lengkapnya...
Read More
Published Agustus 09, 2010 by with 1 comment

Al-Qur'an Sebagai Sumber Epistemologi Islam

Secara leksikal, perkataan epistemologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu epistem yang artinya pengetahuan; dan logos yang artinya teori, uraian, atau alasan. Dalam kaitan ini, logos lebih tepat diartikan sebagai “teori”, sehingga dengan demikian epistemologi diterjemahkan menjadi “teori tentang ilmu pengetahuan”, sebagaimana dalam Bahasa Inggris digunakan istilah “theory of knowledge”.

Sedangkan Harun Nasution menjelaskan bahwa epistem berarti pengetahuan, epistemologi ialah ilmu yang membahas tentang: 1) apa itu ilmu pengetahuan; 2) bagaimana cara memperoleh pengetahuan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa epistemologi bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang bersangkut paut dengan pengetahuan atau ilmu yang dipelajari secara sistematis dan mendalam.
Adapun mengenai defenisi Epistemologi Islam atau Filsafat Pengetahuan Islam, Amin mengemukakan sebagai berikut: “Filsafat Pengetahuan Islam adalah upaya manusia untuk menelaah masalah-masalah obyektifitas, metodologi, sumber, serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan subyek Islam sebagai titik tolak berpikir.”
Epistemologi Islam juga membahas masalah-masalah yang dibahas oleh epistemologi pada umumnya, tetapi di lain pihak filsafat pengetahuan Islam memiliki ciri tersendiri, yaitu membicarakan wahyu dan ilham sebagai sumber pengetahuan dalam Islam. Wahyu adalah sumber pertama (primair) bagi para nabi atau rasul dalam memperoleh pengetahuan, sedang bagi manusia biasa (pencari ilmu yang benar), wahyu merupakan sumber kedua. Sebagaimana juga ilham dapat merupakan sumber primair bagi manusia biasa dalam mencari pengetahuan, karena ilham dapat diraih oleh manusia yang diberi anugerah oleh Allah swt.


1.Pengamatan Inderawi dalam Alquran
Pengetahuan indera ialah segala pengetahuan yang dapat diperoleh manusia lewat kelima inderanya, yakni mata, hidung, perasa (kulit), telinga dan lidah. Pengetahuan indera disebut juga pengetahuan inderawi atau pengetahuan empiri.
Kelima indera tersebut dinyatakan dalam Alquran sebagai suatu yang berguna dalam memberikan informasi yang berharga tentang dunia eksternal. Ayat-ayat yang dimaksud ialah QS an-Nahl (19): 78, al-A’raf (7): 22, Yusuf (12): 94 dan al-An’am (6): 7.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ .
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS an-Nahl (16): 78)
فَدَلَّاهُمَا بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ...
“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.” (QS al-A’raf (7): 22)

2.Penalaran Akal dalam Alquran
Alquran di samping mengakui indera sebagai sarana dalam mendapatkan pengetahuan, juga menyatakan adanya sarana lain yang dapat mengantarkan kepada pengetahuan, salah satu yang dimaksud adalah akal.
Akal dalam Alquran walaupun ia adalah sebuah kata benda dalam bahasa Arab, namun Alquran tidak pernah menggunakan akal sebagai kata benda, melainkan kata kerja. Dalam hal ini redaksi ayat-ayat Alquran hanya menggunakan kata-kata misalnya ta’qil­n, ya’qil­n, dan sebagainya. Nampaknya salah satu tujuan yang ingin dicapai yakni terwujudnya secara terus menerus keaktifan akal dalam melakukan pemikiran dan penalaran, dan jauh dari sifat kefakuman.
Dalam Alquran penalaran akal dilakukan oleh kalbu. Hal ini disebabkan dalam Alquran tidak menyiratkan adanya organ jism yang bernama akal dalam diri manusia. Walaupun pada dasarnya penalaran akal yang dilakukan kalbu hanya merupakan satu fungsi dari kalbu. Ayat yang menunjukkan mengenai hal ini dapat dilihat dalam QS al-Hajj (22) : 46 :
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka berakal atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, silahkan download selengkapnya...
Read More
Published Juli 22, 2010 by with 0 comment

A L – K I N D I (Riwayat Hidup, Kesesuaian Antara Agama dan Filsafat, Filsafat Ketuhanan dan Filsafat Jiwa atau al-Nafs)

Dalam sejarah Islam, penulisan filsafat yang sistematis baru dimulai pada abad ke-9, Sebelumnya kegiatan filosofis hanya berkisar pada penerjemahan karya-karya filsafat Yunani dan Suryani. Penulis yang pertama-tama merayakan tradisi penulisan filsafat adalah al-Kindi. Filosof ini mengaku keturunan kabilah Kindah ini, lahir di kota Kufah dan di kota itu, ayahnya menjabat Gubernur.
Awal mula pemikiran filsafat, seperti halnya penciptaan manusia, sama-sama melampaui perjalanan sejarah. Pemikiran merupakan ciri yang tidak bisa dipisahkan dari manusia, di mana pun ia menjejakkan kakinya. Pemikiran dan pemahaman senantiasa dibawanya. Oleh karena itu, tidak ada informasi secara pasti mengenai pemikiran-pemikiran yang tak tertulis oleh manusia, kecuali dugaan berdasarkan peninggalan yang ditemukan.
Di antara sekian banyak persoalan yang ingin diungkap oleh pemikiran manusia adalah pengetahuan tentang “wujud”, awal dan akhirnya. Pada awalnya, pengetahuan tentang wujud ini, sejalan dengan pengetahuan keagamaan. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa pemikiran filosofis terkuno ada dalam pemikiran keagamaan Timur.

Berdasarkan uraian di atas, maka pemakalah akan merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Defenisi filsafat
2. Bagaimana riwayat hidup al-Kindi ?
3. Bagaimana pandangan al-Kindi tentang agama dan filsafat serta Tuhan dan al-nafs/jiwa. ?
A. Riwayat hidup al-Kindi
Nama lengkapnya al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’kub bin Ishak ibn al-Subbah Imran bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Ia populer dengan sebutan al-Kindi. Ia lahir di Kufah (Iraq) sekitar 185 H. dan wafat tahum 260 H./873 M. orang tuanya adalah gubernur di Bashrah.
Setelah dewasa, ia ke Bagdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al-Ma’mun (Daulah Abbasyiah) dan khalifah al-Mu’tasim. Neneknya bernama al-Asy’ats bin Qaish. Termasuk seorang sahabat Nabi yang paling pertama datang di kota Kufah.
Ketika al-Kindi sampai di Bagdad, ia sangat senang dengan suasana intelektual di sana. Ia menerjemahkan beberapa karya dan merevisi terjemahan orang lain, seperti teologi Aristoteles. Untuk mengalih bahasakan istilah-istilah filosofis dan ilmiah tertentu yang ia temukan dalam-karya-karya asing, ia menciptakan kata-kata baru dalam bahasa Arab. Seperti jirm untuk tubuh, thinah untuk materi al-tawahum untuk imajinasi dan lain-lain.
Sebagai penulis yang sangat produktif, ia menulis sekitar 270 dalam berbagai bidang ilmu yang dikenal pada masanya, seperti geometrik, musik, astronomi, parmakologi, meteorologi, kimia, kedokteran dan polomika. Ia juga menulis semua cabang ilmu filsafat, seperti logika, fisika, metafisika, psikologi dan etika.
Di dalam menulis karya-karya tersebut, pertama ia menjelaskan sejelas mungkin pandangan-pandangan para pendahulunya kemudian merivisi dan kemudian mengembangkannya sesuai dengan kepentingan-kepentingan baru.
Karya-karya al-Kindi yang berjumlah sekitar 270 buah, tersebar dibelahan dunia Islam, akan tetapi, banyak berupa risalah-risalah pendek dalam bidang filsafat, antara lain sebagai berikut:
1.Fi al-falsafah al-ula (filsafat pertama)
2.Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tulisan filosofis tentang rahasia spritual).
3.Risalah fi Hudud al-Asyya wa Rusumiha (defenisi benda-benda uraiannya)
4.Fi Ma’iyah al-Ilmu wa al-Aqsami (filsafat ilmu pengetahuan dan klasifikasiny).
Mengenai kematiannya tidak ada kepastian. L. Musognon mengatakan ia wafat sekitar 245 H. (860 M). C. Laninno menduga tahun wafat al-Kindi sekitar (w. 260 H/873 M). Adapun Mustafa Abdul Raziq mantan Rektor al-Azhar mengatakan tahun (252 H/866 M).
B. Kesesuaian antara Filsafat dan Agama
Masalah hubungan filsafat dan agama, menimbulkan masalah baru yang diperdebatkan pada zaman al-Kindi. Ahli-ahli agama pada umumnya menolak keabsahan ilmu filsafat, karena di antara produk pemikiran filsafat jelas menunjukkan pertentangan dengan ajaran al-Qur’an. Sebagai seorang filosof al-Kindi telah mengangkat dirinya sebagai pembela ilmu filsafat yang seharusnya tidak dipertentangkan dengan agama karena keduanya membawa kebenaran yang serupa.
Agama dan filsafat menurutnya adalah ilmu pengetahuan yang benar البحث عن الحق. Oleh karena itu, Al-Qur’an sebagai sebuah wahyu dari Allah tidak mungkin bahkan mustahil bertentangan kebenaran yang dihasilkan filsafat sebagai sebuah upaya maksimal dalam menggunakan akal untuk menemukan kebenaran. Karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat bukanlah merupakan pengingkaran terhadap kebenaran wahyu (al-Qur’an), dan teologi sebagai bagian dari filsafat, sangat penting untuk dipelajari.
Bertemunya filsafat dan agama dalam kebenaran dan kebaikan segaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama di samping wahyu mempergunakan akal dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama menurut al-Kindi adalah Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat, maka orang tersebut menurut al-Kindi telah mengingkari kebenaran, menolaknya berarti ia “kafir” padahal kita harus menyambut kebenaran dari mana pun datangnya, sebab tiada yang lebih berharga bagi pencari kebenaran, kecuali kebenaran itu sendiri
Adanya golongan menolak filsafat atas dasar tidak mau menerima ta’wil, padahal menurut al-Kindi, itu tidak boleh dijadikan alasan sebab al-Qur’an adalah bahasa Arab dan bahasa Arab memilih 2 macam, pertama makna hakiki dan kedua adalah makna majazi, tentu saja yang dapat mena’wilkan al-Qur’an hanya orang yang mendalam agamanya dan ahli pikir.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka download lengkapnya...
Read More
Published Juli 15, 2010 by with 0 comment

Profesional Guru dalam Persfektif Sejarah Sosial Pendidikan Islam

Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, ketika menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya pada guru. Hal itu pun menunjukkan bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada guru yang tidak profesionalatau sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjadi guru.
Agama Islam sengat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama) sehingga mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. firman Allah:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.. (Qs. al-Mujadalah; (58): 11).


B. Rumusan masalah
Berdasarkan uaraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan batasan masalahnya sebagai berikut:
1.Siapa sebenarnya guru itu?.
2.Apa saja peranan dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik (guru) ?.
3.Bagaimana profesinal guru dalam sejarah sosial pendidikan Islam ?.

A. Defenisi guru dalam pendidikan Islam
Di negara-negara Timur sejak dahulu kala, guru itu dihormati olah masyarakat. Orang India dahulu menganggap guru itu adalah orang suci dan sakti. Orang Jepang, guru disebut “sensei” yang artinya yang "lebih dahulu lahir, yang lebih tua". Di Inggris, guru itu dikatakan "teacher" dan di Jerman disebut "der lehrer" keduanya berarti “pengajar”. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti “pengajar” melainkan juga pendidik, baik di dalam maupun di luar sekolah ia harus menjadi penyuluh masyarakat.
Dalam Islam pendidik (guru) adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik yang secara umum bertugas untuk mengembangkan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotor, kognitif dan potensi afektif, potensi tersebut harus dikembangkan secara seimbang setinggi-tingginya, menurut Islam.

B. Sejarah sosial keguruan dan Kedudukannya dalam pendidikan Islam
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang gambaran guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman Hindu, menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Seorang murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu dan menunjukkan baktinya. Demikian pula di Cina. Di Yunani kuno guru diambil dari golongan hamba. Pada zaman VOC yang menjadi guru adalah oang-orang yang ada pengetahuannya sedikit atau kalangan orang miskin.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka silahkan download lengkapnya...
Read More