Published Oktober 29, 2010 by with 0 comment

CPNS Kemenag Error

Dua jam lamanya menunggu, setiap 5 detik tekan tombol F5 atau Refresh.
Catat Nomor Registrasi dan Password awal anda. Untuk anda yang memasukkan alamat email, Nomor Registrasi dan Password awal juga akan dikirim ke alamat email anda. Namun untuk menghindari kemungkinan adanya kemungkinan error pada mail server, anda diminta untuk tetap mencatat Nomor Registrasi dan Password awal ini, Nomor Registrasi akan digunakan selama proses pendaftaran CPNS ini, anda diminta untuk tidak menghilangkan Nomor registrasi ini
.Bagaimana masyarakat dapat melakukan pendaftaran secara online klo situsnya error terus...
Read More
Published Oktober 11, 2010 by with 0 comment

Dzun al-Nun al-Mishriy (Biografi dan Konsep Ma’rifah)

Spritualitas atau tasawuf merupakan bagian yang sangat penting dan fundamental dalam praktek keagamaan. Ajaran-ajarannya berhubungan lansung dengan dimensi Ilahiyah.
Dimensi Ilahiah merupakan sesuatu yang bersifat metafisika (trasendental) yang berada diluar kemampuan indera dan akal manusia sehingga untuk mendapatkan gambaran yang sama tentang-Nya adalah suatu hal yang mungkin sulit terjadi. Menyelami kedalamannya lebih bersifat personal dan subjektif. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya perbedaan-perbedaan dan keragaman dari penempuh jalan suluk, seperti: maqam, ahwal ataupun mahabbah, ma’rifah, hulul dan semacamnya.
Ma’rifah sebagai salah satu istilah yang sangat populer dalam tasawuf juga masih menjadi kontroversi dikalangan ulama; apakah ia sama dengan mahabbah, ataupun berbeda dengannya. Dan jika berbeda, manakah yang paling tinggi kualitasnya. Begitu juga apakah ia merupakan capaian (maqam) ataupun pencampakan (ahwal) dari Tuhan.
Dzu al-Nun al-Mishriy sebagai salah seorang tokoh sufi terkemuka yang muncul pada abad III H., dianggap sebagai pelopor dan peletak dasar konsep ma’rifah menjadi penting untuk kembali melacak pemikirannya. Bagaimana pandangan-pandangan tokoh sufistik ini dan tentu dengan biografinya, akan diulas dalam makalah ini.


Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu al-Faid Sauban Ibn Ibrahim Dzu al-Nun al-Mishry. Dia lahir di Ekhmim yang terletak di kawasan Mesir Hulu pada tahun 155 H/770 dan wafat di Jizah Mesir pada tahun 245 H.1 Beliau belajar pada banyak guru hingga sempat melakukan rihlah ilmiah secara intensif kebeberapa wilayah, seperti Arab dan Syiria. Tahun 214 H/829 M Beliau ditangkap atas tuduhan melakukan penyimpangan atau bid’ah (heresy) zindiq hingga beliau dikirim dan dipenjarakan di Baghdad yang oleh Khalifah Mutawakkil, walaupun kemudian dibebaskan dan dikembalikan ke Mesir. Bahkan Sang Khalifah menjadi muridnya
Dzu al-Nun termasuk dalam deretan ulama yang memiliki pengetahuan yang luas; baik bidang agama, seperti ilmu-ilmu syari’at ataupun ilmu-ilmu yang terkait dengan kehidupan duniawi hingga beliau dianggap sebagai deretan tokoh sufi masa awal. Bahkan dalam konteks Mesir, beliaulah sufi pertama. Pandangan ini mungkin didasarkan pada pemahaman bahwa Dzu al-Nun adalah orang yang banyak mensosialisaikan pandangan-pandangan sufistiknya dan juga melakukan sistematisasi cara menempuh jalan menuju Allah swt, dengan mengkombinasikan antara al-Anashir al-Ilmiyyah wa al-Amaliyyah, al-Syar’iyyah wa al-Haqiqiyyah, al-Tasawwufiyyah wa al-Falsafiyyah.
Menurut sejarah, orang-orang Mesir tidak mempercayai Dzu al-Nun sampai dia meninggal dunia. Dikisahkan bahwa pada malam kematiannya, tujuh puluh orang bermimpi melihat Rasulullah bersabda: “Aku datang menemui Dzu al-Nun wali Allah”. Dan sesudah kematiannya, kata-kata berikut tertulis dikeningnya. “Ini adalah kekasih Tuhan yang mati dalam mencintai Tuhan, dibunuh oleh Tuhan”. Pada saat penguburannya, burung-burung di angkasa berkumpul di atas kerandanya dan mengembangkan sayap-sayap mereka bersama-sama seakan-akan memayunginya. Pada saat melihat peristiwa ini semua orang Mesir merasa menyesali ketidak-adilan yang telah mereka perbuat terhadapnya16. Beliau wafat di Jizah dan dimakamkan di Qurafah Sughra pada tahun 245 H6.

C. Konsep Dzu Al-Nun Tentang Ma’rifah.
Secara umum tidak ditemukan tulisan yang komprehensif membahas tentang mazhab tasawuf beliau. Salah satu buku yang oleh Lois Massignon yang dikutip oleh Farid Wajdi, dianggap menyebutkan hal itu adalah kitab al-Ajaib yang diperkenalkan oleh Brokleman. Itupun merupakan lembaran-lembaran yang ditulis dari perkataan, hikmah-hikmah dan nasehat-nasehat beliau yang dinukilkan oleh murid-murid beliau, seperti al-Muhasibiy, Ali bin al-Muwaffiq, Yusuf bin Husain al-Razy dan juga ada yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi.
Ada juga beberapa kitab yang mengemukakan kehidupan Dzu al-Nun yang disebutkan oleh Farid Wajdiy, seperti al-Risalah al-Qusyairiah, al-Thabaqat li al-Sya’raniy, al-Kawakib al-Durryyah li al-Manawiy, Hilyat al-Auliya’ li Abu Nuaim al-Ishbahaniy, al-Muta’arruf li al-Kalabadziy, al-Luma’ li al-Sarraji al-Thusi, Kasyf al-Mahjub li Hujwiriy dan kitab-kitab tasawuf lainnya, memberikan pandangan-pandangan yang berbeda-beda tentang Dzu al-Nun. Al-Ishbahaniy umpamanya menegaskan bahwa pemikiran tasawuf Dzu al-Nun tidak terlepas dari tema-tema dalam ilmu tasawuf dan filsafat, yang secara garis besar dapat dibagi pada tiga hal, yaitu :
a. al-Thariq ila Allah wa tahliiluhu ila ‘anashirihi al-‘Amaliyyah wa al-Ruhiyyah,
b. al-Ma’rifah dan
c. al-Mahabbah.
Tariqah ila Allah dapat dibagi pada empat hal, yaitu :
1. hubb al-Jalil: mencintai Tuhan.
2. bugd al-Qalil: membenci yang sedikit.
3. ittiba’ al-Tanzil: menuruti perintah yang diturunkan-Nya.
4. khauf al-Tahwil: takut berpaling dari jalan yang benar.
Ketidaktahuan seseorang tentang cara berjalan menuju Allah swt, maka orang itu tersebut termasuk dalam golongan orang yang rendah (Suplah) dimata Allah swt.Hal ini tergambar dalam ucapan beliau sebagai berikut :
من لا يعرف الطريق الى الله ولا يتعرفه.11

Al-Mahabbah menurut Dzu al-Nun adalah hubungan timbal-balik (mutabadilan) antara hamba dengan Tuhan yang dicintai. Seorang hamba hanya dapat diterima oleh Allah sekaligus mendapatkan cintanya apabila sang hamba adalah seorang yang sabar, syukur dan senantiasa dzikir kepada-Nya. Adapun bagi mereka yang lupa dan lalai dari mengingat-Nya, maka itu merupakan tanda bahwa Tuhan berpaling darinya.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, silahkan download selengkapnya...
Read More
Published September 15, 2010 by with 0 comment

Rahasia Manajemen Waktu Orang-Orang Sukses

Rahasia Manajemen Waktu Orang-Orang Sukses - Hari berganti hari, bulan berganti bulan demikian pula tahun. Setiap menit dan jam yang sedang kita lewati mustahil dapat diperpanjang. Setiap pekan, bulan dan tahun yang kita habiskan mustahil dapat diulangi lagi. Setiap waktu yang sudah berlalu, tidak akan pernah dapat diganti dan diulangi. Itulah sunnatullah (sistem/hukum Allah) dalam kehidupan dunia ini. Kemampuan kita tak lebih dari sekedar menghitung detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun. Sebab itu, beruntunglah orang-orang yang kualitas keimanan dan amal shaleh mereka pada hari ini lebih baik dari kemarin. Rugilah orang-orang yang kualitas iman dan amal shaleh mereka pada hari ini sama dengan hari kemarin. Celakalah orang-orang yang kualitas iman dan amal shalehnya mereka pada hari ini lebih rendah dan lebih sedikit dari hari kemarin.

Sesungguhnya manusia itu hanya terbagi dua. Manusia sukses dan manusia gagal. Kesuksesan dan kegagalan seseorang erat sekali kaitannya dengan kemampuan memenej waktu. Jika ia mampu menggunakan waktu yang Allah berikan kepadanya untuk selalu meningkatkan keimanan, ilmu, amal shaleh, hidup dan dakwah di jalan Allah, maka ia akan menjadi orang yang beruntung. Namun sebaliknya, jika ia gagal memanfaatkan waktu yang ia lewati untuk memperkuat keimanan, memperbanyak ilmu, amal shaleh dan aktivas dakwah, maka ia dipastikan akan menjadi orang yang merugi di dunia dan terlebih lagi di akhirat.
Sebab itu, waktu itu sangat mahal harganya, dan bahkan lebih mahal dari dunia dan seisinya. Salah dalam memenej waktu bisa berakibat kerugian besar di dunia dan akhirat. Sebaliknya, berhasil memenej waktu dengan baik, isnya Allah akan berhasil pula dalam kehidupan di dunia yang singkat ini dan juga kehidupan akhirat yang abadi. Allah menjelaskan dalam surat AL-‘Ashr/ 103 :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Dan demi masa(1), sesungguhnya manusia itu pasti dalam keadaan merugi(2), kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh dan mereka saling bertaushiyah (saling menasehati) dengan kebenaran dan saling bertaushiyah dengan kesabaran (3). Download khutbah jum'at lengkapnya...
Read More
Published September 13, 2010 by with 0 comment

NATURALISTIK-FENOMENOLOGIS

Salah satu realitas kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia adalah kecenderungannya untuk mendekatkan diri kepada sesuatu yang bersifat supranatural. Supranatural tersebut beragam macamnya sesuai dengan pengalaman batin yang dilakukan oleh suatu kaum atau melalui realitas wahyu yang diturunkan kepada seorang Nabi. Keadaan semacam inilah melahirkan suatu konsep agama yang dipandang oleh manusia sebagai suatu kebenaran mutlak yang berasal dari luar diri manusia.
Persentuhan manusia dengan agama tidak melibatkan unsur empirik yang harus diolah dengan data atau diobservasi melalui kebenaran ilmiah. Akan tetapi, lebih bersifat fenomena atau gejala yang dapat diukur dari tingkat kualitas penganut agama meyakini kepercayaan agamanya. Dengan demikian rasa agama dan prilaku keagamaan merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia .
Agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai pradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu penelitian agama bisa didekati dengan pendekatan multi dimensi. Menurut Jalaluddin Rahmat peta penelitian agama di Indonesia menggunakan tiga pradigma epistimologi: Ilmiah, Akliah, dan Irfaniyah. Berbeda dengan Egon G. Guba, hanya menggabungkan paradigma naturalistik.

Pengertian Naturalistik-Fenomenologis
Sebelum dikemukakan pengertian naturalistik fenomenologis secara etimologi dan terminologi terlebih dahulu dikemukakan pengertian corak penelitian, bahwa yang dimasud dengan corak adalah model atau bentuk atau gambaran suatu penelitian. Sedangkan istilah corak lebih dikenal dalam penelitian tafsir seperti corak sastra bahasa, corak filsafat dan teologi, corak penafsiran ilmiah, corak fiqhi atau hukum dan corak tasawuf. Demikian pula corak tafsir Ma’tsur (riwayat) dengan penggunaan metode tahlili, dalam penafsiran al-Quran dan sebagainya.
Sedangkan metode penelitian membahas konsep teoritik berbagai metode, kelebihan dan kelemahannya yang dalam karya ilmiah penekanan pada pemilikan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara tekhnis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Dalam makalah ini memperkenalkan metode penelitian dalam makna tekhnis belaka tanpa menafikan makna filosofis. Jadi metodologi penelitian merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang metode-metode penelitian, ilmu tutup alat-alat dalam penelitian sehingga penelitian dalam arti sosial adalah suatu proses yang berupaya atau suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan permasalahan dan mendapatkan jawaban, atau pertanyaan tersebut.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, silahkan download selengkapnya...
Read More
Published Agustus 16, 2010 by with 0 comment

Rahasia Kemenangan Kaum Muslimin di Bulan Ramadhan

Sebagaimana kita maklumi bahwa kebersihan hati dan kesucian jiwa adalah modal utama untuk mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Ta`ala baik di dunia maupun di akhirat kelak. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا [الشمس/9]
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu."
Sebaliknya ketika hati dikuasai oleh hawa nafsu duniawi dan syahwat hewani maka hati itu akan menjadi sakit, kotor, keras, keruh dan bahkan bisa mati. Dengan demikian perlahan tapi pasti ia akan menjerumuskan pemiliknya ke kubangan kehinaan dan kerendahan serta membelokkannya dari tujuan hidup yang benar sehingga terperosok ke dalam jurang kerugian dunia dan akhirat. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman :
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا [الشمس/10]
"Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."

Ramadhan adalah bulan dimana Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya melakukan ibadah shaum (memenej syahwat) sebagai sarana melatih diri mengendalikan syahwat baik perut atau kemaluan, ketenaran, kebanggaan pada pangkat, jabatan dan fasilitas duniawi lainnya dan berbagai syahwat lainnya. Ibadah Ramadhan juga bertujuan untuk membersihkan hati dan jiwa serta untuk mengantarkan seorang hamba ke puncak kemuliaan disisi Allah yaitu pribadi yang bertaqwa yang dekat dengan Allah, di manapun ia berada dan apapun profesinya. Allah Ta`ala berfirman ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون [البقرة/183]
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa."
Umat Islam khususnya di zaman Rasulullah dan sampai sekitar 13 abad setelahnya sangat memahami esensi bulan Ramadhan. Di antaranya sebagai media pendidikan jihad melawan syahwat duniawi dan sekaligus jihad fi sabilillah. Sebab itu, sepanjang sejarah umat yang sudah lebih 14 abad ini, banyak peristiwa kemenangan kaum Muslimin dalam menghadapi musuh-musuh mereka yang terjadi pada bulan yang mulia ini yakni bulan Ramadhan, di antaranya adalah :
1. Perang Badar Kubra yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke 2 hijrah. Perang ini dianggap sebagai perang terbesar dan kemenangan terbesar yang diraih kaum Muslimin sejak kemenangan tentara Thalut atas tentara kafirin Jalut beberapa abad sebelumnya. Menariknya, menurut sebuah riwayat, jumlah personil tentara Thalut sama dengan mujahidin yang terjun dalam peristiwa perang Badar Kubra yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam, yakni sekitar 315 personil Mujahidin.
Download khutbah lengkapnya...
Read More
Published Agustus 09, 2010 by with 0 comment

Sejarah Sosial Pendidikan di Indonesia

A. Pendahuluan
Kalau kita berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Dalam konteks ini Mahmud Yunus mengatakan, bahwa Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia sama tuanya dengan masuknya agama tersebut ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemeluk baru agma Islam sudah barang tentu ingin mempelajari dan memahami lebih mendalam tentang ajaran-ajaran Islam. Ingin pandai shalat, membaca al-Qur’an, sehingga menyebabkan timbulnya proses belajar tentang agama Islam, meskipun bentuknya masih sangat sederhana.
Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, di mana pada mulanya mereka belajar dirumah-rumah, langgar/surau, masjid dan kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasyah yang teraratur sebagaimana yang kita ketahui sekarang ini.


B. Periodesasi sejarah sosial pendidikan Islam di Indonesia
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa pendidikan Islam di Indonesia sama tuanya dengan Islam itu sendiri di Indonesia, dan tentu saja tidak terlepas dari sejarah Islam pada umumnya. Karena itulah periodesasi Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia berada dalam periode-periode sejarah Islam itu sendiri.
Pendidkan Islam tersebut pada dasarnya dilaksanakan dalam upaya menyahuti kehendak umat Islam pada masa itu dan pada masa akan datang yang dianggap sebagai need of life.
Prof. Dr. Harun Nasution, secara garis besar membagi Sejarah Sosial Pendidikan Islam ke dalam tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan medern.
Selanjutnya pembahasan tentang lintasan atau periode Sejarah Sosial Pendidikan Islam itu sendiri, sebagai berikut:
1.Periode pembinaan pendidikan Islam, yang berlangsung pada masa Nabi Muhamma Saw. Selama lebih kurang dari 23 tahun sejak beliau menerima Wahyu pertama sebagai tanda kerasulannya sampai wafatnya.
2.Periode pertumbuhan pendidikan Islam, yang berlangsung setelah wafatnya Rasulullah Saw. sampai pada akhir kekuasaan Bani Umayyah, yang diwarnai oleh penyebaran Islam ke dalam lingkungan budaya dan kondisi sosial di luar bangsa Arab.
3.Periode kejayaan pendidikan Islam, yang berlansung sejak permulaan Daulah Bani Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Bagdad yang diwarnai dengan perkembangan secara pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sampai mencapai puncak kejayaannya.
4.Tahap kemunduran pendidikan, yang berlangsung sejak sejah jatuhnya kota bagdad sanpai dengan jatuhnya Mesir oleh Napoleon di sekitar abd ke-18 M yang ditandai oleh lemahnya kebudayaan Islam dan perpindahan pusat-pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia ke dunia barat.
5.Tahap pembaharuan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon di akhir abad ke-18 sampai sekarang ini, yang ditandai dengan masuknya unsur-unsur budaya dan pendidikan modern dari dunia Barat ke dunia Islam.
Sementara itu, kegiatan pendidikan Islam di Idonesia yang lahir dan tumbuh serta berkembang bersamaan dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Sesunguhnya merupakan pengalaman dan pengetahuan yang penting bagi kelangsungan perkembangan pendidikan Islam dan umat Islam, baik secara kuantitas mapun secara kualitas.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolak ukur, bagaimana Islam dengan umatnya telah memainkan perannya dalam berbagai aspek sosial, polotik maupun budaya. Oeh karena itu dalam rangka melacak Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia dengan periodesasinya, baik bagi pemikira, isi, mapun pertumbuhan organisasi dan kelembagaannya tidak mungkin terlepas dari fase-fase yang dilaluinya. Fase-fase tersebut secara periodesasi dapat dibagi menjadi:
1.Periode masuknya Islam ke Indonesia
2.Periode pengembangan dengan melalui proses adaptasi
3.Peride kekuasaan kerjaan-kerajaan Islam
4.Periode penjajahan Belanda
5.Periode penjajahn Jepang
6.Periode kemerdekaan I (orde lama)

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka silahkan Download makalah lengkapnya...
Read More
Published Agustus 09, 2010 by with 1 comment

Al-Qur'an Sebagai Sumber Epistemologi Islam

Secara leksikal, perkataan epistemologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu epistem yang artinya pengetahuan; dan logos yang artinya teori, uraian, atau alasan. Dalam kaitan ini, logos lebih tepat diartikan sebagai “teori”, sehingga dengan demikian epistemologi diterjemahkan menjadi “teori tentang ilmu pengetahuan”, sebagaimana dalam Bahasa Inggris digunakan istilah “theory of knowledge”.

Sedangkan Harun Nasution menjelaskan bahwa epistem berarti pengetahuan, epistemologi ialah ilmu yang membahas tentang: 1) apa itu ilmu pengetahuan; 2) bagaimana cara memperoleh pengetahuan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa epistemologi bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang bersangkut paut dengan pengetahuan atau ilmu yang dipelajari secara sistematis dan mendalam.
Adapun mengenai defenisi Epistemologi Islam atau Filsafat Pengetahuan Islam, Amin mengemukakan sebagai berikut: “Filsafat Pengetahuan Islam adalah upaya manusia untuk menelaah masalah-masalah obyektifitas, metodologi, sumber, serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan subyek Islam sebagai titik tolak berpikir.”
Epistemologi Islam juga membahas masalah-masalah yang dibahas oleh epistemologi pada umumnya, tetapi di lain pihak filsafat pengetahuan Islam memiliki ciri tersendiri, yaitu membicarakan wahyu dan ilham sebagai sumber pengetahuan dalam Islam. Wahyu adalah sumber pertama (primair) bagi para nabi atau rasul dalam memperoleh pengetahuan, sedang bagi manusia biasa (pencari ilmu yang benar), wahyu merupakan sumber kedua. Sebagaimana juga ilham dapat merupakan sumber primair bagi manusia biasa dalam mencari pengetahuan, karena ilham dapat diraih oleh manusia yang diberi anugerah oleh Allah swt.


1.Pengamatan Inderawi dalam Alquran
Pengetahuan indera ialah segala pengetahuan yang dapat diperoleh manusia lewat kelima inderanya, yakni mata, hidung, perasa (kulit), telinga dan lidah. Pengetahuan indera disebut juga pengetahuan inderawi atau pengetahuan empiri.
Kelima indera tersebut dinyatakan dalam Alquran sebagai suatu yang berguna dalam memberikan informasi yang berharga tentang dunia eksternal. Ayat-ayat yang dimaksud ialah QS an-Nahl (19): 78, al-A’raf (7): 22, Yusuf (12): 94 dan al-An’am (6): 7.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ .
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS an-Nahl (16): 78)
فَدَلَّاهُمَا بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ...
“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.” (QS al-A’raf (7): 22)

2.Penalaran Akal dalam Alquran
Alquran di samping mengakui indera sebagai sarana dalam mendapatkan pengetahuan, juga menyatakan adanya sarana lain yang dapat mengantarkan kepada pengetahuan, salah satu yang dimaksud adalah akal.
Akal dalam Alquran walaupun ia adalah sebuah kata benda dalam bahasa Arab, namun Alquran tidak pernah menggunakan akal sebagai kata benda, melainkan kata kerja. Dalam hal ini redaksi ayat-ayat Alquran hanya menggunakan kata-kata misalnya ta’qil­n, ya’qil­n, dan sebagainya. Nampaknya salah satu tujuan yang ingin dicapai yakni terwujudnya secara terus menerus keaktifan akal dalam melakukan pemikiran dan penalaran, dan jauh dari sifat kefakuman.
Dalam Alquran penalaran akal dilakukan oleh kalbu. Hal ini disebabkan dalam Alquran tidak menyiratkan adanya organ jism yang bernama akal dalam diri manusia. Walaupun pada dasarnya penalaran akal yang dilakukan kalbu hanya merupakan satu fungsi dari kalbu. Ayat yang menunjukkan mengenai hal ini dapat dilihat dalam QS al-Hajj (22) : 46 :
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka berakal atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, silahkan download selengkapnya...
Read More